BAB I
PENDAHULUAN
Pesatnya perkembangan peradaban manusia ditandai dengan bertambah kompleksnya gaya dan cara kehidupan manusia. Perkembangan ini diikuti dengan persaingan sekaligus kerjasama dalam upaya menciptakan produk-produk baru dan upaya mengejar efisiensi dan efektivitas dalam bidang managerial. Persaingan antar manusia semakin menjadi untuk mencapai tingkat yang sesuai dengan cita-cita dan aspirasinya.
Perkembangan peradaban manusia ini dilengkapi dengan informasi yang juga berkembang pesat mengikuti kebutuhan manusia. Informasi selalu tersedia dan dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk memecahkan berbagai masalah kehidupan bagi mereka yang mau maju. Akan tetapi informasi yang melimpah akan mendatangkan malapetaka bagi mereka yang tak mampu memanfaatkannya.
Namun persaingan yang semakin tajam dalam hidup ini dapat membawa manusia kepada kerisauan yang timbul dari tekanan-tekanan yang dihadapi dalam dunia yang terlalu cepat berubah. Kondisi ini juga memicu perasaan ketakutan yang tidak wajar terhadap psikologi manusia dimana perasaan ini timbul karena seseorang takut ketinggalan informasi sehingga ia akan gagal, kalah dalam peraingan hidup, tidak dapat mengatasi permasalahan hidup, dan berbagai ketakutan lainnya yang berhubungan dengan kesehatan mental manusia. Untuk itu, konsep kesehatan mental sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari proses kehidupan pada umumnya dan proses pendidikan pada khususnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kesehatan Mental
Menurut WHO definisi sehat adalah suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik, mental dan sosial secara penuh dan bukan semata-mata berupa absensinya fisik atau keadaan lemah tertentu. Sedangkan menurut Zakiah Darojad, kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala - gejala gangguan dan penyakit jiwa, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi, bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawah kepada kebahagiaan bersama serta mencapai keharmonisan jiwa dalam hidup.
Kesehatan mental / mental disorder merupakan betuk gangguan dan kekacauan fungsi mental ( kesehatan mental), yang disebabkan oleh kegagalan meraksinya mekanisme adaptasi dari fungsi – fungsi kejiwaan/ mental terhadap stimuli eksternal dan ketegangan – ketegangan sehingga muncul gangguan pada struktur kejiwaan. Gangguan Mental Merupakan totalitas kesatuan dari ekspresi mental yang patologis terhadap stimuli sosial, yang dikombniasikan dengan faktor – faktor sekunder lainnya.
Seperti halnya rasa pusing, sesak nafas demam panas dan nyeri – nyeri pada lambung sebagai pertanda permulaan dari penyakit jasmani, maka mental disorder itu mempunyai pertanda awal antara lain : cemas – cemas, ketakutan, pahit hati, dengki, apatis, cemburu, iri, marah – marah secara eksplosif, asocial, ketegangan kronis, dan lain – lain. Maka kesehatan mental yang baik itu, berarti mempunyai perasaan positif tentang diri sendiri, mampu menyelesaikan masalah dan tekanan hidup sehari-hari, dan bisa membentuk dan menjaga hubungan baik dengan orang lain. Selama ini kita sudah memahami pentingnya menjaga kesehatan fisik. Tapi menjaga kesehatan mental juga sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Kenyataannya, kesehatan mental yang buruk akan mengakibatkan kesehatan fisik yang buruk pula.
B. Beberapa teori tentang Kesehatan Mental
Ada beberapa teori yang membahas tentang kesehatan mental / disorder mental :
1. Teori Demonologis Vs Teori Naturalistis
Teori Demonologi menyebutkan kekalutan mental disebabkan oleh adanya unsur mistik, setan, roh jahat, atau sebagai perbuatan dukun jahat. Teori Naturalistis menyebutkan tingkah laku menyimpang atau kekalutan mental disebabkan oleh proses fisik atau jasmaniah. Teori ini sangat bertentangan dengan teori demologi yang menentang adanya hukuman pasung, perantaian, siksaan, dari akibat teori demonologi.
2. Teori Organis dan Teori Psikologis
Teori Organis menyebutkan bahwa kekalutan mental disebabkan kerusakan jaringan – jaringan otot / gangguan biokemis pada otak yang disebabkan oleh faktor genetik disfungsi endoktrin, infeksi atau luka – luka. Teori Psikologis Freud pencipta teori psikoanalisa mengatakan bukan luka anatomis atau kesalahan biokemis yang menyebabkan patologis, akan tetapi disebabkan proses belajar yang keliru, seperti, kemanjaan, salah didik pada usiaa muda.
3. Teori Intrapsikis dan Teori Behavioristis
Teori Intrapsikis adalah kekalutan mental lebih dibentuk dari kesalahan karakter dan konflik yang menyusut tajam pada kejiwaan, yang lebih condong kepada internal / batiniah.Teori Behavioristis tingkah laku abnormal lebih disebabkan kebiasaan – kebiasaan yang maladaftif salah dalam penyesuaian diri. Maka gangguan mental lebih condong ke tingkah laku lahiriah / eksternal.
4. Psikoanalis : Konflik dan Fiksasi
Behaviorisme : Stimulus / respons, belajar dan psikopatologi).
Psikoanalisis semua gangguan mental itu teletak dalam individu itu sendiri yang berupa pertempuran dorongan infantil melawan pertimbangan matang dan rasional.
Behaviorisme
Gejala Fobia ( ketakutan ) bisa diperoleh dari proses belajar dan pengkondisian. ( respons yang terkondidi )
C. Masyarakat Modern dan Kesehatan Mental
Siapa yang bisa terganggu kesehatan mentalnya, Siapapun dapat terganggu kesehatan mentalnya. Sesuatu terkadang diluar dugaan banyak orang, paling tidak, satu dari lima orang dalam satu populasi terganggu kesehatan mentalnya. Mungkin saja orang lain atau kita. Jika kita mendengar kata kesehatan mental yang terganggu, kita sering buru-buru menghubungkan dengan kondisi mental tertentu, misalnya: depresi berat atau skizofrenia ( hilang ingatan atau gila ). Padahal kesehatan mental juga mencakup kondisi yang kita semua bisa mengalaminya, seperti stres, kecemasan, atau perasaan tertekan Ketika stres berubah menjadi distres, Stres dalam intensitas tertentu malah baik dan positif, membuat kita berkembang. Tetapi bila berlebihan akan buruk dampaknya pada kesehatan mental maupun fisik. Kondisi ini ditandai dengan :
a. Merasa cemas dan khawatir berlebihan dalam menghadapi masalah
b. Ada perubahan nyata dalam pola tidur atau pola makan (berlebihan atau kurang)
c. Mudah tersinggung atau marah oleh sebab sepele
d. Sulit konsentrasi atau sulit membuat keputusan
e. Hal ini menandakan stres berubah menjadi distres (penderitaan).
Mengingat semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi dan industrilisasi yang mengakibatkan semakin kompleknya masyarakat, maka banyak muncul masalah – masalah social dan gangguan mental di kota – kota besar. Semakin banyak warga masyarakat yang tidak mampu melakukan adjustment atau penyesuaian diri dengan cepat terhadap perubahan – perubahan social. Mereka itu mengalami banyak frustasi, konflik – konflik terbuka / eksternal dan internal, ketegangan batin dan menderita gangguan mental. Di kota besar orang harus berpacu dan bersaing dalam perlombaan hidup. Suasana yang kompetitif banyak diwarnai oleh tingkah laku yang tidak wajar yaitu, tingkah laku criminal, spekulatif, manipulative, obscure, licik, munafik, lacur, dan lainya. Hal ini menimbulkan banyak ketakutan dan ketegangan batin, danmenjadi penyebab timbulnya penyakit mental. Di kota besar lebih menonjolkan kepentingan diri sendiri dan rasa individualism, sehingga mata dan hati menjadi keras membeku terhadap kondisi orang lain. Disamping itu kemajuan – kemajuan yang pesat di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, mekanisasi, industrialisasi, dan urbanisasi, kehidupan modern semakin terurai dalam spelialisai – spelialisai dan pengotakan – pengotakan yang tidak terintregrasi yang dapat menyebabkan disorder mental.
Penderita kekalutan mental ini banyak terdapat dikalangan :
1. Di kota – kota besar lebih banyak dari pada di desa, dikota banyak orang merasa bingung, ditolak oleh masyarakat atau merasa terancam oleh macam – macam bahaya. Timbulnya rasa anomi, kesunyian, cemas, dan takut, dikejar – kejar, sehingga muncul disorganisasi, disasosiasi, dan disintegrasi.
2. Orang – orang Dewasa dan tua usia, jumlah penderita gangguan mental paling banyak pada kalangan dewasa factor social dan cultural adalah penyebab utamanya, karena munculnya perasaan isolasi social, hilangnya martabat diri, dan perasaan tidak dihargai oleh masyarakat.
3. Kalangan Anak Remaja dan puber ( usia kritis) karena pada usia ini masa kritis
4. Kalangan Dinas Militer ada perasaan tidak dapat menyesuaikan diri dengan kelompok baru dengan kedisiplinan yang ketat dan suasana otoriter )
5. Orang – orang status ekonomi rendah dan mata pencarian sangat minim, namun mempunyai tuntutan social dan ambisi materiil tinggi.
6. Gelandangan dan orang – orang migran ke kota yang tidak mempunyai pendidikan cukup dan keterampilan teknis sehingga kalah dalam persaingan kerja.
7. Lebih banyak pada kalangan Wanita
8. Broken Homes ( keadaan rumah tangga yang kacau )
9. Ateis
10. Orang – orang ekstrem dan super ortodoks serta fanatic terhadap doktrin – doktrin agama dan ide – ide politik, tanpa penggunaan nalar sehat dan pengendalian perasaan – perasaan.
D. Sebab – Sebab Semakin meningkatnya penderita Kesehatan Mental
Ada beberapa teori yang menyatakan sebab – sebab dari semakin benyaknya kasus kesehatan mental:
1. Teori Kompleksitas social, menyatakan bahwa dalam masyarakat modern sebagai produk dari pesatnya proses urbanisasi dan industrialisasi, orang sulit mengadakan adaptasi terhadap masyarakat yang serba otomatis, terpecah – pecah, selalu berubah serta serabutan, shingga timbulah rasa tidak mampu mengejar kemajuan zaman. Munculah rasa terisolasi rasa rendah diri dan ketakutan kronis.
2. Teori konflik cultural, dari teori – teori social menerangkan bahwa masyarakat modern merupakan satu high tensions culture penuh unsure ketegangan persaingan, dan konflik – konflik yang terbuka atau tersembunyi. Frustasi dalam pencapaian tujuan tertentu memudahkan berkembangnya frustasi, delusi, ilusi, ketegangan – ketegangan batindan disisolasi social.
3. Teori imitasi menyatakan bahwa tingkah laku penyimpangan atau deluktif, neurotis, dan psikis primer itu diperoleh dan dipelajari secara langsung atau tidak langsung dari orang tua sendiri.misalnya anak – anak dibiasakan menjadi kekerasan, hyperagresif, selalu tidak percaya terhadap orang lain.
E. Masalah kebutuhan dan kesehatan mental
Setiap manusia selalu mempunyai macam – macam kebutuhan untuk mempertahanka ekstensi hidupnya, sehingga timbulah dorongan, usaha dan dinamisme, untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Bila kebutuhan – kebutuhan tersebut terhalang atau mengalami frustasi akan tibul ketegangan – ketegangan dan konflik batin. Kebutuhan – kebutuhan tersebut dabagi dalam tiga kategori yaitu :
1. Kebutuhan fisis biologi, organis, atau kebutuhan vital
2. Kebutuhan social, yang bersifat kemanusiaan dan sosio budaya
3. Kebutuhan metafisis, religious, dan transcendental
Apabila kebutuhan vital biologis misalnya, makan, minum, tidur, udara segar, pakaian, istirahat, dan lain – lain tidak terpenuhi maka hal ini akan menimbulkan ancaman bagi eksistensi dirinya. Kebutuhan social banyak sekali macamnya yaitu sebanyak tingkah laku manusia seperti : kebutuhan seksuil, kebutuhan bekerja, mencari teman, berkumpul, kebebasan mengeluarkan pendapat, studi, hidup berkelompok, menciptakan budaya, dan lain lain. Kebutuhan religious atau transendendal atau hubungannya dengan maha pencipta, manusia ingin melestarikan dan mengabdikan hidupnya ia ingin mengintergrasikan kebenaran / eksistensinya dalam orde maha- absolud dengan Tuhannya.
F. Bentuk – bentuk mental disorder
a. Psikopat
Pengorganisasian / pengintegrasian pribadi, tidak bertanggung jawab secara moraldan selalu konflik dengan norma susila dan hukum.
Ciri – ciri :
1. Tingkah laku asosial
2. Sikapnya aneh – aneh
3. Suka mengembara
4. Pribadinya tidak stabil
5. Disorientasi terhadap lingkungan
6. Tidak bersikap loyal
7. Emosi tidak matang
8. Penyimpagan seksualitas
b. Psikoneurosa
Gangguan kekacauan fungsional pada sistem persyarafan / psikis dengan unsur kecemasan secara tidak sadar ditampilkan sebagai mekanisme pertahanan diri. Sebab – Sebab Psikoneurosa :
1. Tekanan sosial dan kultural yang sangat kuat
2. Frustai
3. Tidak rasional
4. Pribadi labil dan kemauan sangat lemah
Macam – macam gangguan psikoneurosa :
a. Histeria Gangguan disorded psikoneurotik yang ditandai dengan emosional yang ekstrem.
b. Psikastenia Merupakan gejala psikoneurosa yang dibarengi kompulsi, obsesi dan fobia dan cenderung irasional.
c. Ticks ( gangguan, berupa gerak facial/ wajah )
d. Hipoklondria Kecemasan kronis terhadap kesehatan sendiri
e. Neurastenia Syaraf – syaraf yang lemah tanpa energi, cepat lelah dan malas berbuat sesuatu.
f. Anxiety neurosis ( neurosa kecemasan ) Kecemasan kronis yang tidak ancaman yang spesifik.
g. Psikosomatisme Penyakit jasmani / fisik yang disebabkan konflik psikis / kecemasan kronis.
c. Psikosa fungsinal
Psikofungsional merupakan disorder mental secara fungsional yang nonorganic sifatnya, ditandai oleh disintegrasi / kepecahan kepribadian dan maladjustment sosialyang berat. Si penderita tidak mampu mengdakan relasi social dengan dunia luar, sering terputus samasekali dengan realitas hidup, lalu menjadi inkompeten secara social, terdapat pula gangguan pada karakter dan fungsi intelektual. Hal ini dapat disebabkan oleh :
a. Konstitusi pembawaan mental dan jasmani yang herediter, diwarnai dari orang tua atau generasi sebelumnya yang psikotis.
b. Kebiasaan – kebiasaan mental yang buruk dan pola – pola kebiasaan yang salah sejak masa kanak – kanak, yang ditambah dengan maladjustment parah dan menggunakan escape mechanisme dan defence mechanisme yang negative.
d. Langkah – langkah mengatasinya
Anda dapat melakukan langkah-langkah tertentu untuk mengatasinya. Kita cenderung beranggapan bahwa kesehatan mental adalah sesuatu yang berkaitan dengan kondisi dimana kita tidak bisa mengkontrol diri atau penanda kelemahan kepribadian. Persepsi tersebut tidak benar. Kita dapat melakukan sesuatu untuk membetulkan anggapan tersebut dan melindungi kesehatan mental kita.
1. Tetap aktif
Olah raga teratur dan menjaga kebersihan serta penampilan diri dapat membantu anda mempunyai perasaan positif.
2. Melibatkan diri dalam kelompok
Ikut dalam kegiatan atau klub, bertemu teman atau handai tolan secara teratur dalam suasana menyenangkan dan suportif, mempunyai sahabat tempat saling bercerita, ikut kursus-kursus, atau mempelajari hal baru yang anda sukai.
3. Menerima diri sendiri
Kita semua unik dan berbeda satu sama lain, dan tidak ada manusia sempurna. Semua orang mempunyai kelemahan seperti halnya kelebihan. Terimalah dan cintai diri sendiri secara wajar.
4. Relaks
Terlalu banyak kegiatan malah akan membuat anda merasa tertekan. Luangkan waktu untuk bersantai dan beristirahat. Penting juga untuk bisa tidur malam dengan baik, yang akan membantu meredakan stres. Tidur yang baik dan teratur merupakan penyegara pikiran. Tak lupa, lakukan hobi yang bisa membuat anda merasa nyaman serta relaks.
5. Menghindari alkohol dan narkoba
Karena dengan alcohol dan narkoba ini malah akan memperburuk kondisi anda.
6. Makan secara sehat dan teratur
Ini akan membantu anda merasa lebih baik dan memberi lebih banyak energi.
7. Mendekatkan diri pada Tuhan
Anda akan merasa ada sesuatu kekuatan yag akan menolong dan harapan untuk menjadi lebih baik serta mendapat ketenangan.
8. Kenali gejala kesehatan mental yang terganggu
Mempunyai kesehatan mental yang baik berarti mampu mengatasi tekanan hidup sehari-hari. Bila anda merasa tidak mampu mengatasi, atau malah mengatasi dengan alkohol dan narkoba (napza), anda mungkin mempunyai masalah yang memerlukan bantuan orang lain.
9. Mencari bantuan
Bila anda sakit secara fisik, maka anda akan berkonsultasi pada dokter. Begitu pula dengan kesehatan mental anda. Jangan merasa malu atau ragu untuk mencari pemecahan masalah kesehatan mental anda pada ahlinya (konselor, psikolog klinis, psikiater).
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Kesehatan mental / mental disorder merupakan betuk gangguan dan kekacauan fungsi mental ( kesehatan mental), yang disebabkan oleh kegagalan meraksinya mekanisme adaptasi dari fungsi – fungsi kejiwaan/ mental terhadap stimuli eksternal dan ketegangan – ketegangan sehingga muncul gangguan pada struktur kejiwaan. Gangguan Mental Merupakan totalitas kesatuan dari ekspresi mental yang patologis terhadap stimuli sosial, yang dikombniasikan dengan faktor – faktor sekunder lainnya.
B. SARAN
Kenyataan mengenai kehidupan, masalah kesehatan mental tak ubahnya dengan masalah kesehatan fisik. Sangat penting untuk mengenali gejala-gejala, menemukan cara untuk mengatasinya, dan melakukan langkah-langkah untuk melindungi diri dari berulangnya masalah dengan menjaga kesehatan mental anda.
Menderita gangguan kesehatan mental tidak usah takut atau malu. Hal itu wajar, sama halnya anda menderita sakit fisik. Bila anda merasa mempunyai masalah, terbukalah dan bicarakan dengan orang yang anda percayai. Hal itu bukan pertanda kelemahan pribadi. Bila anda melihat gejala tersebut pada orang lain, dorong orang tersebut untuk membicarakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Fromm, Erich, Masyarakat yang Sehat (the Sane Society) terjemah, Thomas Bambang Murtianto, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995.
Hawari, Dadang, Al-Qur'an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: Bina Bhakti Prima Yasa, 1995.
Bima Walgito, Kesehatan mental, Yogyakarta: Yayasan Pernebitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, 1982.
Moeljono Notosoedirdjo, Latipun, Kesehatan Mental, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 1999.
Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999
Minggu, 04 April 2010
KKL dan Seminar IKIP Veteran Semarang
LAPORAN
KULIAH KERJA LAPANGAN
DI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Oleh :
Nama : SUNARDI
NPM : 07220492
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP VETERAN SEMARANG
2010
PENGESAHAN
KULIAH KERJA LAPANGAN
DI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Oleh :
Nama : SUNARDI
NPM : 07220492
Telah disetujui dan disyahkan pada :
Hari : ………………………………..
Tanggal : ………………………………...
KULIAH KERJA LAPANGAN
DI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Oleh :
Nama : SUNARDI
NPM : 07220492
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP VETERAN SEMARANG
2010
PENGESAHAN
KULIAH KERJA LAPANGAN
DI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Oleh :
Nama : SUNARDI
NPM : 07220492
Telah disetujui dan disyahkan pada :
Hari : ………………………………..
Tanggal : ………………………………...
Semarang,……………….2010
Dosen Pembimbing Lapangan
( Erik Teguh Prakoso, S.Pd, Kons )
Kata Pengantar
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan YME, karena atas berkat rahmat yang dilimpahkanNya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Kuliah Kerja lapangan yang telah dilaksanakan di Universitas Negeri Yogyakarta.
Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan mata kuliah KKL dan seminar Bimbingan Konseling IKIP Veteran Semarang.
Penulis menyadari bahwa laporan ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasihkepada yang terhormat :
1. Drs. Sukoco, M.Pd, selaku Rektor IKIP Veteran Semarang
2. Dra. Dwi Hardiyanti, M.Pd Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Veteran Semarang.
3. Dra. Sri Redjeki, M.Pd Sebagai Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling yang telah memberi bimbigan, petunjuk, arahan, selama pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan ( KKL ).
4. Dra. Banun Sri Haksasi, M.Pd
5. Erik Teguh Prakoso, S.Pd, Kons selaku Dosen Pembimbing lapangan yang telah memberi bimbingan, petunjuk, arahan dengan penuh kesabaran, ketelitian, dalam membimbing serta memberi dukungan untuk penulisan laporan ini sampai selesai.
6. Dra. Sri Sayekti
7. Dra. DAK. Handayani, M.Pd yang telah bersedia dengan sepenuh hati untuk mendampingi dan membimbing kami dalam pelaksanaan kegiatan kuliah Kerja Lapangan ( KKL ) jurusan Bimbingan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Veteran semarang, sebagai sarana memperluas pengetahuan dan memperluas cakrawala kami khususnya para mahasiswa tentang pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah. Yang telah diselenggarakan di Universitas Negeri Yogyakarta.
8. Dr. Rochmat Wahab, M.A Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.
9. Prof. Dr. Achmad Dardiri. M. Hum, selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
10. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si, selaku Ketua Laboraturium PBB, Universitas Negeri Yogyakarta.
11. Rosita Endang K, S.Psi, M. Psi selaku pembimbing kelompok kami dalam pelatihan ketrampilan di Universitas Negeri Yogyakarta.
12. Pihak – Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu penyelesaian penulisan laporan ini.
Kepada semua tersebut di atas, semoga amal kebaikannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa karena keterbatasan serta kemampuan penulis, maka laporan ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih adanya kekurangan – kekurangan untuk itu segala kritik dan saran yang ditujukan kepada penulis akan diterima dengan terbuka.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan mata kuliah KKL dan seminar Bimbingan Konseling IKIP Veteran Semarang.
Penulis menyadari bahwa laporan ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasihkepada yang terhormat :
1. Drs. Sukoco, M.Pd, selaku Rektor IKIP Veteran Semarang
2. Dra. Dwi Hardiyanti, M.Pd Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Veteran Semarang.
3. Dra. Sri Redjeki, M.Pd Sebagai Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling yang telah memberi bimbigan, petunjuk, arahan, selama pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan ( KKL ).
4. Dra. Banun Sri Haksasi, M.Pd
5. Erik Teguh Prakoso, S.Pd, Kons selaku Dosen Pembimbing lapangan yang telah memberi bimbingan, petunjuk, arahan dengan penuh kesabaran, ketelitian, dalam membimbing serta memberi dukungan untuk penulisan laporan ini sampai selesai.
6. Dra. Sri Sayekti
7. Dra. DAK. Handayani, M.Pd yang telah bersedia dengan sepenuh hati untuk mendampingi dan membimbing kami dalam pelaksanaan kegiatan kuliah Kerja Lapangan ( KKL ) jurusan Bimbingan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Veteran semarang, sebagai sarana memperluas pengetahuan dan memperluas cakrawala kami khususnya para mahasiswa tentang pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah. Yang telah diselenggarakan di Universitas Negeri Yogyakarta.
8. Dr. Rochmat Wahab, M.A Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.
9. Prof. Dr. Achmad Dardiri. M. Hum, selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
10. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si, selaku Ketua Laboraturium PBB, Universitas Negeri Yogyakarta.
11. Rosita Endang K, S.Psi, M. Psi selaku pembimbing kelompok kami dalam pelatihan ketrampilan di Universitas Negeri Yogyakarta.
12. Pihak – Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu penyelesaian penulisan laporan ini.
Kepada semua tersebut di atas, semoga amal kebaikannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa karena keterbatasan serta kemampuan penulis, maka laporan ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih adanya kekurangan – kekurangan untuk itu segala kritik dan saran yang ditujukan kepada penulis akan diterima dengan terbuka.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Semarang, Januari 2010
Penulis
SUNARDI
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... I
HALAM PENGESAHAN .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ….................................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................. 1
B. Tujuan Kuliah Kerja Lapangan .................................................................................. 1
C. Manfaat Praktis Bagi Penulis ..................................................................................... 2
D. Sejarah Institusi .......................................................................................................... 2
E. Kerangka Teori .......................................................................................................... 11
F. Sumber Data .............................................................................................................. 14
G. Metode Pengumpulan Data ..................................................................................... 14
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 20
A. Keterampilan Attending ........................................................................................... 21
B. Keterampilan Berempati .......................................................................................... 26
C. Keterampilan Bertanya ............................................................................................ 28
D. Keterampilan Konfrontasi ........................................................................................ 30
E. Ketrampilan Merangkum ......................................................................................... 31
F. Keterampilan Berperilaku Genuin .......................................................................... 33
G. Keterampilan Pemecahan Masalah......................................................................... 35
BAB III SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 40
A. Simpulan ..................................................................................................................... 40
B. Saran ............................................................................................................................ 41
HALAM PENGESAHAN .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ….................................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................. 1
B. Tujuan Kuliah Kerja Lapangan .................................................................................. 1
C. Manfaat Praktis Bagi Penulis ..................................................................................... 2
D. Sejarah Institusi .......................................................................................................... 2
E. Kerangka Teori .......................................................................................................... 11
F. Sumber Data .............................................................................................................. 14
G. Metode Pengumpulan Data ..................................................................................... 14
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 20
A. Keterampilan Attending ........................................................................................... 21
B. Keterampilan Berempati .......................................................................................... 26
C. Keterampilan Bertanya ............................................................................................ 28
D. Keterampilan Konfrontasi ........................................................................................ 30
E. Ketrampilan Merangkum ......................................................................................... 31
F. Keterampilan Berperilaku Genuin .......................................................................... 33
G. Keterampilan Pemecahan Masalah......................................................................... 35
BAB III SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 40
A. Simpulan ..................................................................................................................... 40
B. Saran ............................................................................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan KKL dan seminar jurusn Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Veteran Semarang, tahun Akademik 2009 / 2010, serta untuk memperluas cakrawala pengetahuan dan pengalaman mahasiswa tentang Keterampilan Konseling. Keterampilan konseling merupakan salah satu aspek penting yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses konseling. Dengan demikian penguasaan konselor terhadap ketrampilan – keteterampilan tersebut merupakan jembatan menuju terbangunnya hubungan interpersonal efektif yang diharapkan berujung pada terfasilitasinya perkembangan konseli secara maksimal. Maka perlu diselenggarakan Kuliah Kerja Lapangan ( KKL).
B. Tujuan Kuliah Kerja Lapangan
1. Mendapatkan Informasi dan observasi tentang kegiatan pendidikan secara integrative yang telah dilaksanakan di lab. Universitas Negeri Yogyakarta dan tentang keterampilan – keterampilan konseling.
2. Mendapatkan bekal dan pengalaman tentang keterampilan konseling dan implementasinya pada penanganan masalah konseling secara umum dan peserta didik.
3. Melatih mahasiswa dalam praktik keterampilan konseling.
4. Memenuhi tugas akademika.
C. Manfaat praktis Bagi Penulis
1. Sebagai masukan dalam rangka peningkatan kualitas calon guru Bimbingan dan Konseling.
2. Sebagai masukan dalam pelaksanaan layanan konseling dan implementasinya pada penanganan masalah konseling baik secara umum dan bagi peserta didik.
3. Dapat melaksanakan praktik keterampilan konseling.
4. Sebagai sumbangan karya ilmiah bagi almamater khususnya dan masyarakat ilmiah pada umumnya.
D. Sejarah Institusi
1. Sejarah Berdirinya Universitas Negeri Yogyakarta
Universitas Negeri Yogyakarta adalah merupakan sekolah tinggi negeri yang ada di Yogyakarta. Sejarah UNY tak lepas dari perkembangan IKIP Yogyakarta, dan Universitas Gajah Mada (UGM). Berdasarkan PP 37/1950, pada 23 Januari 1951, UGM. Daalam perkembangan UGM, ada beberapa fakultas yang menjadi cikal bakal lahirnya IKIP Negeri Yogyakarta. Seperti Fakultas Pendidik (FIP), Faklutas Pendidikan Jasmani (FPD), dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Berdasarkan SK Menteri PDK 92, 1962 berdiri Institut Pendidikan Guru (IPG). Sementara itu IPG dan FKIP adalah bidang pendidikan. Dari situ keluar Keputusan Presiden RI No. 1, 1963 pada 3 Januari 1963 yang memutuskan penyatuan FKIP dan IPG menjadi Intitut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Pelaksanaan Keppres ini menetapkan berdirinya IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, dan IKIP Malang yang resminya berdiri pada 1 Mei 1963.
Perkembangan IKIP Yogyakarta sendiri, pada 1982 menyelenggarakan enam fakultas: Ilmu Pendidikan, Pendidikan Bahasa dan Seni, Pedidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, dan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. Dua tahun kemudian lembaga ini menyelenggarakan sebanyak 30 jurusan dengan 36 program studi, pada 1996 berkembang menjadi 37 program studi.
Pada 1990 muncul wacana untuk pengembangan IKIP Yogyakarta menjadi sebuah universitas. Beberapa hal yang mendukung gagasan itu: alumnusnya banyak yang diterima tidak hanya bekerja dan diterima di dunia pendidikan. Banyak yang bekerja di bidang nonkependidikan. Pada 1996 perkembangan gagasan itu dapat direalisasikan, bahkan keluar Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud, pada 20 Juni 1996 yang menetapkan IKIP Yogyakarta –juga 3 IKIP lainnya (IKIP Medan, IKIP Padang dan IKIP Malang) diberi perluasan tugas ke arah perubahan kelembagaan menjadi universitas.
Tahap yang dikerjakan IKIP Yogyakarta, pada 1997 dibuka 12 program studi nonkependidikan jenjang S1 dan D3 pada tiga fakultas: FPBS, FPMIPA, dan FPTK, Pada tahun akademik 1999/2000 dibuka dua program studi di FPIPS, dan satu di FPOK. Dan pada 14 Agustus 1999, Universitas Negeri Yogyakarta telah sah menjadi lembaga pendidikan tinggi negeri berkedudukan di Yogyakarta dengan menyelenggarakan enam fakultas: FMIPA, FT, FIP, FBS, FIS dan FIK. Seluruh mahasiswa UNY diberi fasilitas terdaftar sebagai pererta asuransi kecelakaan pada PT Asuransi.
2. Sejarah FIP UNY
Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) dahulu bernama Fakulteit Pedagogik, Universitas Gadjah Mada (UGM). Dibuka tanggal 23 Januari 1951 yang masih serumpun dengan Fakultas Sastra dan Filsafat bernama Fakultas Sastra, Pedagogik dan Filsafat (SPF).
Pada Tanggal 19 September 1955 Fakultas SPF dikembangkan menjadi tiga fakultas yang masing--masing berdiri sendiri,yaitu :
1. Fakultas Ilmu Pendidikan
2. Fakultas Sastra dan Kebudayaan
3. Fakultas Umum dan Filsafat.
Tanggal 19 September tersebut itulah yang dijadikan Tanggal Dies Natalis FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN Universitas Negeri Yogyakarta. Pada bulan Januari 1962 FIP UGM direorganisasi menjadi tiga fakultas, yakni: Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Pendidikan Jasmani, dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Atas dasar Keppres No. 1 tahun 1963, Keputusan Bersama Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) dan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PPK) No. 32 dan 34 tahun 1964, dan Keputusan Menteri PTIP No. 36 Tahun 1964 diputuskan bahwa Institut Pendidikan Guru (IPG) di Yogyakarta dan Solo, FIP dan FKIP UGM disatukan dalam satu wadah dengan nama IKIP YOGYAKARTA. Pendirian IKIP YOGYAKARTA ini diresmikan oleh Menteri PTIP pada tanggal 21 Mei 1964.
Seiring dengan penghapusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan Sekolah Guru Olahraga (SGO), mulai tahun Akademik 1990/1991, FIP mendapat tugas dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud untuk menyelenggarakan Program D-II Pendidikan Guru Sekolah Dasar (D-II PGSD). Selanjutnya pada Tahun 1996/1997 IKIP YOGYAKARTA juga membuka Program D-II Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak (D-II PGTK). IKIP YOGYAKARTA telah mengalami perkembangan yang cepat sehingga memiliki kemampuan berlebih (excess capacity) dan untuk itu menjadi salah satu Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang pertama kali menerima perluasan mandat (wider mandate) untuk menyelenggarakan program non-kependidikan, selain tugas utama tetap mendidik tenaga kependidikan. Perluasan mandat tersebut secara resmi diterima pada tanggal 4 Agustus 1999, dengan perubahan kelembagaan dari IKIP menjadi Universitas yang bernama UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA dan FIP menjadi salah satu fakultas dengan nama tetap yakni FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN.
3. VISI MISI
a. Visi
Visi Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 adalah : Terwujudnya fakultas yang terkemuka dan terpercarya dalam menghasilkan ilmu pendidikan dan komunitas ahli pendidikan untuk pencerahan kemanusiaan.
b. Misi
Untuk mewujudkan visi FIP UNY tersebut, para sivitas akademika bertekad untuk melaksanakan misi FIP sebagai berikut :
1. Merancang, melaksanakan, dan mengembangkan secara terintegrasi program-program tridharma perguruan tinggi : pendidikan, penelitian, dan pengembangan, serta penyediaan layanan keahlian pada masyarakat.
2. Menumbuhkan komitmen sivitas akademika yang kuat untuk mendukung terlaksananya program-progaram tridharma tersebut, dalam bentuk penyediaan dan pendayagunaan secara optimal unsur-unsur sumber daya manusia, pembiayaan, dan sarana-prasarana.
3. Melakukan manajemen kemahasiswaan yang sesuai dengan tuntutan pendidikan tinggi pada umumnya dan khususnya bidang kependidikan.
4. Melakukan secara terus-menerus penguatan kapasitas dan kinerja kelembagaan sesuai dengan perkembangan paradigma perguruan tinggi (RAISEL+L) serta peraturan perundangan yang berlaku, dengan mencari dan memanfaatkan berbagai kesempatan berbagai jaringan kerja sama (partnership) internal-eksternal, lokal-nasional-internasional.
5. Menyatukan praktik pendidikan dan permasalahannya dalam bingkai konfigurasi pendidikan yang dilandasi ilmu pendidikan.
c. TUJUAN
Visi dan misi FIP tersebut dijabarkan dalam bentuk tujuan-tujuan. Adapun tujuan FIP adalah sebagai berikut :
1. Mengupayakan ilmu pendidikan yang mendukung komitmen tentang pentingnya pencerahan kemanusiaan.
2. Meningkatkan iklim fakultas yang kondusif bagi penyelenggaraan pendidikan yang tertib, damai, dinamis, dan manusiawi.
3. Meningkatkan relevansi kurikulum yang menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan/keahlian tinggi dan kepribadian mulia.
4. Meningkatkan penyelenggaraan pendidikan yang terpadu dengan penelitian dan pengabdian masyarakat yang bermuatan nilai-nilai moral yang luhur.
5. Meningkatkan penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang mendukung pengembangan ilmu pendidikan.
6. Meningkatkan kerja sama dengan lembaga-lembaga lain dalam meningkatkan kualitas Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mendukung pengembangan teori dan praktik pendidikan, dalam bingkai ilmu pendidikan.
7. Meningkatkan kualitas para guru melalui pendidikan profesi/sertifikasi.
4. Posisi Lab. PPB dalam lingkungan UNY
Posisi laboraturim universitas Negeri Yogyakarta berada ditengah – tengah lingkungan UNY tepatnya berada di bagian belakang gedung Pasca Sarjana UNY, kemudiaan masuk keutara Komplek Fakultas Ilmu Pendidikan, gedung kedua membujur ketimur sebelah utara posisi tepat di paling ujung timur gedung.
5. Peran Laboraturium
a. Program Kerja Bidang Konseling
1. Menyelenggarakan layanan konseling untuk mahasiswa maupun masyarakat yang membutuhkan.
2. Melakukan penelitian pengembangan di bidang konseling.
3. Mengembangkan layanan terapi pustaka.
b. Program Kerja Bidang Instrumen dan Media BK.
1. Melakukan penelitian pengembangan di bidang instrumen dan media BK.
2. Membuat publikasi Jurusan PPB.
3. Mendokumentasikan instrumen dan media BK hasil karya dosen dan mahasiswa.
c. Program Kerja Bidang Tes Psikologi
1. Memberikan layanan tes psikologi untuk civitas akademika UNY maupun masyarakat umum yang membutuhkan.
2. Melakukan penambahan alat tes yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
3. Mengkaji alat-alat tes baru secara periodic.
d. Program Kerja Bidang Journal Club
1. Menyelenggarakan diskusi ilmiah bulanan.
2. Menerbitkan jurnal ilmiah PARADIGMA 6 bulan sekali.
e. Program Kerja Bidang Pelatihan
1. Melakukan penelitian pengembangan di bidang pelatihan.
2. Menyelenggarakan pelatihan-pelatihan bagi dosen dan mahasiswa.
3. Menyelenggarakan pelatihan-pelatihan bagi masyarakat yang membutuhkan.
f. Prioritas Program Ka Lab
1. Mengembangkan sistem manajemen mutu laboratorium.
2. Membuat Buku Panduan Laboratorium PPB:
a. Profil Laboratorium PPB.
b. Prosedur kerja dan instruksi kerja pengelola laboratorium.
c. Pedoman kegiatan praktikum di laboratorium (termasuk satuan acara praktikum dan sistematika laporan kegiatan praktikum)
E. Kerangka Teori
1. Keterampilan Konseling
a. Keterampilan Attanding
Keterampilan attending merupakan keterampilan dasar seorang konselor dan sangat berkaitan dengan rasa hormat konselor terhadap konseli yang harus ditampakkan ketika perhatian secara penuh diberikan kepada konseli. Tingkah laku attending sangat penting dalam semua komunikasi positif antar individu. Keterampilan ini dapat dipelajari dan harus diterapkan oleh konselor dalam proses pelayanan – pelayanan yang diberikan dalam konseling.
2. Keterampilan Berempati
Keterampilan berempati merupakan salah satu kunci untuk dapat meningkatkan kwalitas komunikasi antar individu. Empati berarti konselor dapat merasakan secara secara mendalam apa yang dirasakan oleh konseli tanpa kehilangan identitas dirinya. Konselor dapat memahami perasaan konseli dengan melihat raut wajah dan bahasa isyarat tubuh, serta dengan mencermati bahasa verbalnya.
3. Keterampilan Bertanya
Keterampilan bertanya merupakan salah satu bagian penting dari suatu dialog antara konselor dan konseli. Pertanyaan yang baik sangat membantu konseli dalam memperoleh pemahaman tentang berbagai hal yang menjadi dan atau terkait dengan topic pembicaraan. Cara – cara mengajukan pertanyaan yang baik membutuhkan keterampilan bertanya.
a. Keterampilan Konfrontasi
Keterampilan konfrontasi adalah usaha konselor untuk mengemukakan kemabali dua pesan atau lebih yang saling bertentangan yang disampaikan oleh konseli. Konfrontasi akan sangat membantu konseli jika disamapaikan secara tepat oleh konselor tanpa menimbulkan kemarahan dan sikap bertahan konseli. Konfrontasi akan membantu konseli untuk menyadari, dan menghadapi berbagai pikiran, perasaan, dan kenyataan yang terjadi pada dirinya, yang ingin disembunyikan atau di ingkarinya.
b. Keterampilan Merangkum
Keterampilan merangkum merupakan bagian dari keterampilan mendengarkan secara aktif terhdap apa yang menjadi inti pembicaraankonseli. Keterampilan ini sangat membantu dalam mengindentifikasi masalah, selain itu melalui keterampilan ini konselor dapat menyisipkan kesadaran baru kepada konseli atas problem yang dimilikinya.
c. Keterampilan Berperilaku Genuin
Dalam suatu komunikasi antara konselor dengan konseli, ketidak jujuran atau menutup – nutupi berbagai perasaan yang berkecamuk dalam diri konselor seyogyanya dihilangkan. Konselor harus memancarkan keterbukaan terhadap konsli. Perilaku jujur terhadap pikiran dan perasaan yang sedang dialami yang diekspresikan melalui perkataan dan tingkah laku apa adanya merupakan sikap dan tingkah laku konselor yang menyiratkan kesejatian atau keaslian ( Genuin).
d. Keterampilan Pemecahan Masalah
Kehidupan adalah rangakaian dari masalah. Layanan bantuan akan dirasakan manfaatnya jika masalah – masalah yang menimbulkan kesulitan hidup manusia dapat dipecahkan. Oleh karena itu agar bantuan menjadi efektif harus mencakup pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan aspek tindakan nyata yang membawa suatu perubahan. Tanpa dibarengi suatu tindakan nyata eksplorasi dan pemahaman terhadap suatu masalah kurang bernilai secara penuh.
F. Sumber Data
1. Lab. Universitas Negeri Yogyakarta
2. Universitas Negeri Yogyakarta
3. Dosen Universitas Negeri Yogyakarta
G. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Wawancara
Metode interview atau metode wawancara suatu proses pembicaraan dalam situasi komunikasi langsung ( face to face relationship ), antara pewawancara dengan pihak yang diwawancarai dimana kedua belah pihak saling memberikan dan atau menerima informasi tentang persoalan – persoalan yang dibicarakan ( Haksasi, 2007 : 51 )
Metode interview merupakan cara, yang dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan keterangan secara lisan yang dilakukan denagan cara berhadapan langsung melalui percakapan.
Metode interview mempunyai keuntungan dan kelemahan. Akan tetapi juga ada cara – cara yang dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan – kelemahan yang ada dalam penggunaan metode interview.
a. Keuntungan
1. Dapat dilaksanakan secara langsung kepada responden, sehingga data yang diperoleh merupakan data yang benar – benar obyektif.
2. Dapat untuk memperaiki hasil riset yang dilakukan.
3. Pelaksanaan interview lebih fleksibel dan dinamis.
b. Kelemahan
1. Jika Anggota sempel cukup besar, maka akan menyita waktu, tenaga dan biaya. Interview yang berlarut – larut akan mengakibatkan data yang diperoleh kurang memenuhi harapan.
2. Sering timbul sikap kurang baik responden, atau timbulnya over acting dari pewawancara, yang disebabkan kurang adanya adaptasi diri antara pewawancara dengan responden.
c. Cara mengatasi kelemahan
1. Perlu hubungan baik terlebih dahulu antar pewawancara dengan responden
2. Responden hendaknya diberlakukan sebagai sesame manusia
3. Hilangkan prasangka negative, sehingga pertanyaan yang diajukan bersifat netral.
4. Pertanyaan yang diberikan bersifat jelas, sederhana dan mudah dimengerti oleh responden.
2. Metode Observasi
Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematis tentang fenomena yang diselidiki. ( Sutrisno Hadi, 1994 : 136 )
Sedangkan menurut Sumadi Suryobroto untuk pengertian metode observasi yaitu :
“ Metode observasi adalah dengan sengaja dan sistematis mengamati aktifitas individu lain ( Sumadi Suryobroto, 1994 : 7 )
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa metode observasi tersebut dilakukan dengan cara mengadakan suatu pengamatan dan aktifitas ataupun gejala jiwa yang dilakukan secara sistematik.
Metode observasi secara garis besar digolongkan menjadi 3 yaitu :
a. Observasi Partisipan
Observasi partisipan adalah observasi dimana peneliti ikut serta dalam kegiatn yang dilakukan oleh subyek yang diteliti.
b. Obsevasi Non – Partisipan
Observasi non partisipan adalah merupakan observasi dimana peneliti ( observer ) tidak ikut dalam kegiatan yang dilakukan terhadap yang diobservasi.
c. Observasi eksperimental
Observasi eksperimental adalah suatu observasi yang dilakukan sengaja menimbulkan suatu gejala tertentu untuk dapat diobservasi.
Dalam penelitian, penulis mengumumkan obsesi sistematis, karena adanya kerangka yang jelas dengan demikian akan memudahkan penulis dalam pelaksanaan observasi. Selain itu dalam observasi ini sudah dibatasi permasalahannya, baik isi maupun luas situasi serta wilayah, dengan demikian kemungkinan observasi yang tearah dan teliti.
Adapun kebaikan dari metode observasi dapat disebutkan sebagai berikut :
a. Merupakan alat yang langsung untuk menyelidiki bermacam – macam gejala, karena banyak aspek tingkah laku yang hanya dapat diselidiki melalui jalan observasi langsung.
b. Untuk subyek yang diselidiki akan lebih sedikit tuntutannya, dan orang yang sibuk tidak akan keberatan untuk diamati.
c. Dimungkinkan pencatatan yang serempak dengan terjadinya beberapa gejala.
Adapun keterbatasan dari metode observasi dapat disebutkan sebaigai berikut :
a. Banyak kejadian tidak dapat dicapai melalui observasi langsung, seperti kehidupan pribadi yang dirahasiakan dan jika sedang diselidik observer mungkin saja menimbulkan kesan menyenangkan atau sebaliknya.
b. Timbulnya kejadian yang tidak dapat diramalkan sebelumnya, sehingga observer dapat hadir mengobservasi kejadian itu. Jika penelitian dilakukan terhadap typical behavior yang cukup lama, tugas observer menjadi terganggu pada waktu ada peristiwa yang tidak diduga, di samping itu terlalu lamanya kelangsungan kejadian, karena ada kejadian yang berlangsung bertahun – tahun dan ada yang berlangsung pendek. Hal tersebut menyebabkan timbulnya kesulitan bagi observer untuk mengumpulkan bahan – bahan yang diperlukan.
3. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu cara metode pengumpulan data mengenai hal – hal atau sesuatu veriabel yang berupa catatan, prasasti, dan sebagainya ( Suharsimi Arikunto, 1996 : 202 ). Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang tersimpan di lembaga di mana penulis melaksanakan kegiatan KKL.
Konseling merupakan proses mengakibatkan hubungan antar pribadi, yaitu antara konselor dan satu atau lebih klien dimana konselor menggunakan metode – metode psikologis atas dasar pengetahuan yang dimilikinya dalam rangka pengubahan kepribadian klien dalam upaya meningkatkan kesehatan mentalnya.C Patterson (1967). Jadi menurut pernyataan C. Patterson diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang konselor harus mempunyai pengetahuan (seorang ahli) dan menggunakan metode – metode psikologis atau keterampilan – keterampilan konseling dalam melakukan proses konseling. Konselor harus menguasai keterampilan – keterampilan konseling karena merupakan salah satu aspek penting yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses konseling yang di bangun oleh konselor. Dengan demikian penguasaan konselor terhadap keterampilan – keterampilan tersebut merupakan jembatan menuju terbangunnya hubungan interpersonal efektif yang diharapkan berjung pada tercapainya tujuan konseling atau terfasilitasinya perkembangan konseli secara maksimal. Keterampilan – keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan attending, keterampilan berempati, keterampilan bertanya, keterampilan konfrontasi, keterampilan merangkum, keterampilan perilaku genuin, dan keterampilam memecahkan masalah.
A. Keterampilan Attending
Dalam konseling konsep dasar kepercayaan koseli adalah rasa nyaman dan dimanusiakan dalam konseling, yang diberikan oleh konselor melalui keterampilan attending. Attending sangat berkaitan dengan rasa hormat konselor terhadap konseli yang harus ditampakkan ketika perhatian secara penuh diberikan kepada konseli. Tingkah laku attending sangat penting dalam semua komunikasi positif antar individu. Keterampilan ini dapat dipelajari dan harus diterapkan oleh konselor dalam proses pelayanan – pelayanan yang diberikan. Keterampilan attending merupakan upaya pemberian perhatian fisik kepada orang lain atau klien. Attending merupakan komunikasi nonverbal yang menunjukan bahwa konselor memberikan perhatian secara penuh terhadap lawan bicara yang sedang berbicara. Keterampilan attending meliputi : ketelibatan postur tubuh, gerakan tubuh secara tepat, kontak mata, dan lingkungan yang nyaman.
1. Keterlibatan postur tubuh
Konselor seharusnya mengerti akan sikap – sikap yang membuat orang lain merasa nyaman saat bersamanya. Seperti halnya dengan bahasa tubuh, sering kali berbicara lebih keras dari pada bahasa verbal. Komunikasi dalam konseling akan semakin menjadi lebih kuat jika konselor menampilkan sikap tubuh yang rileks tetapi penuh perhatian dan sikap siaga mendengarkan pembicaraan konseli, posisi badan agak condong kedepan menghadap konseli dengan tetap menjaga situasi dan posisi diri yang terbuka dalam jarak yang tepat dari konseli.
Seorang pendegar yang baik akan menunjukan perhatiaanya melalui ekspresi tubuh yang rileks selama pembicaraan berlangsung. Ekspresi rileks mengandung pesan bahwa “ konselor merasa nyaman bersama klien dan konselor menerima keberadaan klien.” sedangkan kesiap – siagaan perhatian yang ditunjukan melalui ekspresi menunjukan bahwa, “ konselor merasa yang klien ceritakan adalah penting, dan konselor sungguh memahami klien”.
Mengenai posisi tubuh konselor yang baik dalam konseling adalah sedikit condong kedepan kearah konseli, mengkomunikasikan pesan bahwa konselor memberikan perhatian yang lebih besar. Dan sebaliknya jika posisi tubuh konselor condong kebelakang bersandar pada kursi ini dipandang kurang memberikan perhatian kepada konseli. Pandangan dengan muka lurus menghadap konseli akan membantu konselor melibatkan diri secara penuh dalam pembicaraan konseli dan hubungan emosional keduanya lebih dapat terbangun.
Konselor harus tetap dapat menjaga posisi tubuh tetap terbuka dengan tidak menyilangkan kaki dan atau menyilangkan tangan. Kaki yang disilangkan dan tangan menyilang rapap kedua tangan dapat menggambarkan ketertutupan atau sikap bertahan. Jarak antara konselor dan konseli juga harus juga diperhatikan. Jangan terlalu dekat ataupun terlalu jauh akan mengganggu komunikasi karena konseli kurang merasa nyaman. Meskipun demikian jarak yang peling nyaman antara konselor dan konseli sangat tergantung dari budaya masing – masing. Oleh karena itu seyogyanya konselor mencermati dan peka terhadap sinyal – sinyal yang ditunjukan oleh konseli terkait jarak yang diambil oleh konselor dari konseli. Pada umumnya jarak yang ideal adalah 90 – 100 cm jarak yang nyaman bagi kebanyakan masyarakat di Indonesia.
2. Gerakan tubuh secara tepat
Konselor harus dapat menarik perhatian seorang konseli, seperti gerakan tubuh yang membaut konseli merasa nyaman dan dihargai. Gerak tubuh yang tepat merupakan bagian utama dari aktifitas mendengarkan yang baik saat terjadi proses konseling. Seorang konselor yang sedang mendengarkan konseli tetapi tanpa diikuti dengan gerakan tubuh akan tampak kaku, dingin, dan terasa adanya jarak yang jauh. Sebaliknya konselor yang menyertakan gerakan – gerakan aktif saat mendengarkan konseli akan dimaknai sebagai konselor yang bersahabat, dan hangat tetapi gerakan – gerakan aktif tersebut bukan merupakan gerakan gelisah atau grogi seperti hal – hal yang tidak terkait dengan pembicaraan misalnya, memainkan pensil, memainkan uang logam, gugup dan gelisah mengetuk ngetukan jari, mematah – matahkan tulang jari jemari secara terus menerus duduk beringsut, menyilangkan kaki, duduk dengan satu kaki di angkat dan ditumpangkan pada kaki yang lain sambil di gerak – gerakan.
Pada umumnya orang akan lebih suka berbicara dengan pendengar yang gerakan tubuhnya tidak kaku dan tidak terpaku. Meskipun demikian hindari gerakan gerakan tubuh dan mimic wajah yang merusak swasana. Konselor yang baik menggerakan tubuhnya dalam merespon klien yang sedang berbicara.
3. Kontak mata
Kemampuan untuk memiliki kontak mata yang baik merupakan bagian penting dan pokok dari komunikasi antar individu. Konselor harus dapat membaca bahasa isyarat dan apa yang sedang dialami konseli seperti halnya apa yang ditampakkan oleh mata konseli. Dengan kotak mata konselor seharusnya dapat menganalisa apa yang sebenarnya dialami dan dirasakan klien pada saat itu. Karena dengan kontak mata yang efektif mengekspresikan minat dan keinginan untuk mendengarkan orang lain. Kontak mata mencakup pemutusan pandangan mata secara lembut pada klien dan kadang – kadang memindahkan pandangan dari wajah konseli ke bagian tubuh yang lain misalnya, tangan, kemudian kembali kewajah, lalu kontak mata terjadi lagi dalam hal ini konselor harus paham benar karena jika terlalu berlebihan klien akan merasa tersinggung. Kontak mata tidak terjadi jika memang konselor jauh atau membuang pandangan dari konseli, memandang wajah konseli dengan pandangan kosong, dan konselor menghindari tatapan mata konseli.
Kontak mata memungkinkan konseli menyadari kemungkinan penerimaan konselor terhadap diri konseli beserta pesan – pesan dan keluhan – keluhan yang disampaikan konseli. Kontak mata membantu konseli untuk menggambarkan betapa amannya dia bersama dengan konselor. Demikian pula konselor melalui kontak mata konselor dapat menangkap makna yang lebih mendalam dari berbagai hal yang disampaikan kepadanya. Kontak mata biasa diibaratkan sebagai jendela untuk melihat pengalaman dan dunia pribadi yang mendalam dari konseli. Kontak mata merupakan salah satu keterampilan mendengarkan yang efektif dan konselor harus menguasai keterampilan ini.
4. Lingkungan yang nyaman
Rasa aman dan nyaman pada konseli sangat dibutuhkan saat proses konseling, seperti menciptakan suasana, hening jauh dari hiruk pikuk dan kacau. Dan juga seperti radio, televise dan sejenisnya yang bias mengganggu suasana konseling sebaiknya dimatikan.
Konselor juga harus dapat menciptakan swasana yang tidak formal karena dengan swasana seperti ini mengesankan swasana akrab dan bersahabat. Swasana formal lebih bersifat kaku dan cenderung mengesankan klien di interogasi sehingga konseli dapat tertutup atau tidak mau terbuka secara penuh.
B. Keterampilan Berempati
Keterampilan Berempati merupakan salah satu kunci untuk dapat meningkatkan kwalitas komunikasi antar individu dalam proses koseling. Empati berarti konselor dapat merasakan secara mendalam apa yang dirasakan oleh konseli tanpa kehilangan identitas dirinya sebagai seorang konselor. Konselor dapat memahami perasaan konseli dengan melihat raut wajah dan bahasa isyarat tubuh, serta dengan mencermati bahasa verbalnya. Sejak kecil manusia telah mengenal emosi – emosi dasar seperti rasa senang/ bahagia, sedih, marah, terkejut, jijik, dan takut. Tingkah laku empatik merupakan salah satu keterampilan mendengarkan dengan penuh pemehaman / mendengarkan secara aktif. Empati merupakan kemampuan untuk memahami pribadi orang lain sebaik dia memahami dirinya sendiri. Seorang konselor hendaknya dapat menerima secara tepat makna dan perasaan – perasaan konselinya.
Seorang konselor yang empatik dapat melihat dunia konseli dari mata konseli, mampu mendengarkan konseli tanpa berprasangka dan tidak menilai jelek konseli. Konselor dapat merasakan kesedihan yang dirasakan konseli tetapi tidak larut atau terhanyut karenanya. Dengan demikian konselor yang empatik mampu membaca tanda – tanda isyarat tubuh, gesture, dan mimic, yang menggambarkan keadaan psikologis dan emosi yang sedang dialami oleh orang lain tanpa kehilangan kendali. Empati memliki tiga komponen penting yaitu :
1. Pemahaman yang sensitive dan akurat tentang persaan – perasaan orang lain sambil tetap menjaga agar dirinya agar tidak terlena menjadi orang lain.
2. Memahami situasi yang memicu perasaan – perasaan tersebut.
3. Mengkomunikasikan dengan orang lain dengan cara – cara yang membuat orang lain merasa diterima dan dipahami.
Perlu dicatat bahwa dalam mengekspresikan sikap – sikap empatik, kita harus tetap memperlihatkan nilai – nilai dan norma – norma yang berlaku.
Sebagian individu terampil menginterprestasikan ekspresi non verbal seperti ekspresi wajah, nada suara, bahasa tubuh, pikiran serta perasaan orang lain. Empati berbeda dengan simpati dan atipati. Apati berarti tidak peduli dan tidak melibatka perasaan atau tidak menaruh minat dan perhatian terhadap seseorang atau beberapa orang. Seseorang yang apati biasanya tidak mau melibatkan diri dan biasanya memberikan pesan non verbal yang mengisyaratkan ketidakpedulian. Dalam masyarakat modern sekarang ini, kita memang perlu bersikap apati untuk orang – orang tertentu. Artinya tidak mungkin kita harus menaruh peduli kepada semua orang yang kita jumpai padahal tidak mengenalnya lebih dekat, tetapi sikap tersebut jangan terlalu berlebihan karena kita akan kehilangan hakikat kemanusiaan kita.
Simpati adalah suatu keterlibatan emosi yang berlebihan kepada orang lain. Simpati dapat mengurangi kekuatan dan kemandirian konselor yang dalam hal ini sebagai penolong dimana konselor menjadi tidak mampu memberi bantuan ketika sangat dibutuhkan. Ada tendensi kuat bahwa simpati mudah tenggelam dalam suasana sentimentil. Sentimentil merupakan pengalaman emosional yang berlebihan yang dialami seseorang.
C. Keterampilan Bertanya
Keterampilan bertanya merupakan salah satu bagian penting dari suatu dialog antara konselor dan konseli. Pertanyaan yang baik sangat membantu konseli dalam memperoleh pemahaman tentang berbagai hal yang menjadi dan atau terkait dengan topic pembicaraan. Cara – cara mengajuka pertanyaan yang baik membutuhkan keterampilan bertanya.
Seorang konselor harus dapat mengeksplorasi permasalahan yang sedang dialami klien sebagai gambaran, analisis dan diagnose terhadap permasalahan tersebut. Konselor harus dapat membantu konseli untuk memperoleh pemahaman yang baik dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan terbuka dan tertutup.
1. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang memungkinkan konseli memberikan jawaban secara terbuka dan luas. Pertanyaan terbuka dapat membantu konseli menggali dirinya guna memperoleh pemahaman dirinya yang lebih baik. Melalui pertanyaan terbuka konselor dapat mengkomunikasikan niatnya untuk membantu konseli dalam mengeksplorasi diri. Pertanyaan terbuka berfungsi antara lain :
a. Dapat membawa proses konseling kearah perbicaraan yang lebih khusus berkenaan dengan apa yang dialami, dirasakan, dipikirkan, dan yang diyakini klien.
b. Dapat mengungkapkan hal – hal yang menjadi pusat perhatian dan isu – isu tentang klien.
c. Menemukan hal - hal penting tentang topic yang disampaikan klien.
d. Kemampuan untuk membuka atau menutup pembicaraan mengenai kebutuhan individu dan pewawancara.
2. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang biasanya bersifat tertutu atau dapat dijawab dengan jawaban ya atau tidak, di jawab dengan satu atau dua kata. Pertanyaan tertutup lebih mengedepankan penekanan pada isi pembicaraan yang factual dari pada memperhatikan perasaan. Pertanyaan terturtutup seringkali menimbulkan kesan pada konseli bahwa konselor kurang menaruh perhatian kepada konseli. Ketika konselor menginginkan konseli membrikan jawaban yang singkat dan jelas, konselor dapat menggunakan pertanyaan tertutup. Seperti dengan menggunakan pertanyaan, “ Ketika ibu kamu meninggal kamu berusia berapa tahun?”, “ apakah anda merasa kesal atas perlakuan yang anda terima?”.
D. Keterampilan Konfrontasi
Dalam konseling sering kali klien mengutarakan permasalahannya dengan bertentangan dari apa yang di utarakan oleh konseli sebelumnya. Disini konselor dituntut mampu mengkomunikasikan pesan ganda / pesan yang bertentangan tersebut kepada konseli dengan cara – cara yang dapat diterima oleh konseli.
Konfrontasi adalah usaha konselor untuk mengemukakan kemabali dua pesan atau lebih yang saling bertentangan yang disampaikan oleh konseli. Konfrontasi akan sangat membantu konseli jika disamapaikan secara tepat oleh konselor tanpa menimbulkan kemarahan dan sikap bertahan konseli. Konfrontasi akan membantu konseli untuk menyadari, dan menghadapi berbagai pikiran, perasaan, dan kenyataan yang terjadi pada dirinya, yang ingin disembunyikan atau di ingkarinya.
Konselor perlu melakukan konfrontasi apabila pada diri konseli didapati adanya :
1. Pertentangan antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan.
2. Pertentangan antara dua perkatan yang disampaikan dalam waktu yang berbeda.
3. Pertentangan antara perasaan yang dikatakan dengan tingkah laku yang tidak mencerminkan perasaan tersebut.
Dalam praktiknya konfrontasi dapat diungkapkan melalui kalimat gabungan yang mengandung dua kondisi yang kontradiktif seperti “ anda mengatakan bahwa anda senang dengan sepeda baru kamu tetapi kamu tidak pernah memakainya ”, “ Andi mengatakan sangat senang dengan keputusan orang tua, tetapi kenapa kamu menangis”, “ tadi kamu katakana bahwa kamu tidak mencintainya, tetapi baru saja kamu mengatakan bahwa kamu tidak bisa hidup tanpa dia”,. Konfrontasi mendiskripsikan pesan konseli, mengobservasi tingkah laku konseli, dan bukti – bukti lain yang sedang terjadi pada konseli. Konfrontasi tidak boleh berisikan tuduhan, penilaian, atau pemecahan masalah.
Konfrontasi sendiri bertujuan agar konselor dapat menunjukan ketidak logisan berfikir klien dan membawa klien kembali berfikir secara logis dan lebih memahami apa yang sebenarnya terjadi pada diri konseli tersebut.
E. Keterampilan Merangkum
Sering kali dijumpai dalam proses konseling klien mengutarakan permasalahannya secara berserakan dan tidak runtut antara yang satu dengan yang lainya. Disinilah keterampilan merangkum seorang konselor diperlukan, sebagai upaya indentifikasi dan menceritakan kemabali permasalahan klien secara runtut, sehingga dapat memberikan gamabaran permasalahan klien secara gambalang dan mudah untuk dipahami dari ap yang menjadi inti pembicaraan konseli. Keterampilan ini sangat membantu dalam mengindentifikasi masalah, selain itu melalui keterampilan ini konselor dapat menyisipkan kesadaran baru kepada konseli atas problem yang dimilikinya. Dalam konseling tidak jarang mencampur – baurkan antara masalah sebagai fakta dengan masalah yang berkembang sebagai akibat penafsiran atau persepsi mereka terhadap masalah factual tersebut. Persepsi konseli terhadap masalah inlah yang membuat respon konseli unik. Dengan kata lain suatau masalah yang sama akan dihayati secara berbeda oleh dua orang atau lebih. Kadangkala masalah akan terasa lebih besar akibat penghayatan individu yang berlebihan terhadap masalah tersebut. Meskipun demikian koselor tidak boleh memberikan penilaian Judgment atas persepsi konseli seperti “ ah itu kan hanya perasaanmu saja”. Seorang konselor harus penuh perhatiaan kepada konseli saat proses konseling berlangsung, konselor harus menangkap pikiran pikiran dan perasaan – perasaan penting yang diekspresikan konseli.
Merangkum dalam komunikasi konseling adalah aktifitas konselor mengungkapkan kembali pokok – pokok pikiran dan perasaan yang diungkapkan konseli. Dalam suatu dialog yang panjang antara konseli dan konselor banyak pokok – pokok pikiran dan perasaan konseli yang diungkapkan konseli secara berserakan, konselor harus mencermati pokok – poko pikiran dalam hati, lalu pada saat yang tepat mengungkapkan kembali kepada konseli dengan gaya bahasa konselor sendiri. Ketepatan konselor membuat rangkuman akan menumbuhkan kesan pada konseli bahwa konseli diperhatikan, didengarkan kata- katanya, dipahami dan diterima kehadirannya oleh konselor. Perlu diingat bahwa kata – kata untuk mengawali rangkuman perlu ditata dengan baik sehingga tidak ada kesan konselor menghakimi. Bebrapa kata yang dapat digunakan untuk mengawali suatu rangkuman misalnya: ”makna yang ada dibalik ungkapan perasaan anda adalah,….”.
F. Keterampilan Genuin
Konselor harus memancarkan keterbukaan terhadap konseli. Dalam suatu komunikasi antara konselor dengan konseli, ketidak jujuran atau menutup – nutupi berbagai perasaan yang berkecamuk dalam diri konselor sebaiknya dihilangkan. Perilaku jujur terhadap pikiran dan perasaan yang sedang dialami yang diekspresikan melalui perkataan dan tingkah laku apa adanya merupakan sikap dan tingkah laku konselor yang menyiratkan kesejatian atau keaslian ( Genuin). Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana jika dalam diri konselor muncul perasaan itu secara tidak suka kepada konseli, haruskah perasaan itu secara jujur dikemukakan kepada konseli?. Kejujuran konselor harus disampaikan dan diekspresikan secara tepat sehingga tidak melukai hati konseli. Sebagai konselor sebelum anda dapat mengekspresikan perasaan – perasaan anda, anda harus menyadari adanya perasaan – perasaan tersebut. Untuk mengkomunikasikan keterbukaan dan kejujuran kepada konseli, pertama kali anda harus menguasai diri dan perasaan - perasaan anda, sadar diri, siapa diri anda beserta pikiran – pikiran dan perasaan – perasaan yang ada pada diri anda. Kemampuan ini meliputi bagaimana belajar membedakan berbagai perasaan yang hinggap dalam diri anda tanpa harus menyangkalkan atau menutup – nutupinya. Jika anda merasa bahagia, anda dapat menyadari bahwa anda bahagia, atau jika anda merasa marah, anda dapat menyadari adanya kemarahan tersebut dan dapat mengungkapkannya dengan bijak.
Mengekspresikan keaslian atau kejujuran atau kesejatian perasaan dan pikiran, anda perlu belajar membedakan antara respon – respon yang tidak responsive, respon yang tidak genuine dan respon yang genuine. Sebagai contoh, dalam situasi dimana konseli mengemukakan “ saya jengkel dan kesal kepada kakakIbu saya” respon yang tidak responsive adalah “ kamu harus benar – benar menyukai Ibu kamu”, respon yang tidak genuine kepada konseli. Sedangkan pernyataan yang genuine dapat diungkapkan melalui pernytaan sebagai berikut, “ jika anda jengkel dan kesal kepada Ibu anda, saya rasa tidak mudah untuk berpisah darinya dan pergi meninggalkan nya ”.
G. Ketermpilan Pemecahan Masalah
Tujuan dari adanya konseling adalah terpecahkannya apa yang menjadi pemasalahan klien, hal ini sangat ditentukan oleh kemampuan, kemauan dan keterampilan konselor. Kehidupan adalah rangakaian dari masalah dan konseling akan dirasakan manfaatnya jika masalah – masalah yang menimbulkan kesulitan hidup manusia / klien dapat dipecahkan atau terselesaikan. Oleh karena itu agar bantuan menjadi efektif harus mencakup pemecahan masalah yang terbaik bagi diri konseli. Pemecahan masalah merupakan aspek tindakan nyata yang membawa suatu perubahan pada diri konseli. Tanpa dibarengi suatu tindakan nyata eksplorasi dan pemahaman terhadap suatu masalah kurang bernilai dan kurang memperoleh hasil yang maksimal.
Pemecahan masalah akan memperoleh hasil yang maksimal apabila konseli dan konselor telah mengeksplorasi dan memahami seluruh dimensi dari masalah klien. Jika dimensi – dimensi itu telah ditemukan, konseli kemudian didorong untuk mengambil yang terbaik bagi dirinya dan taat melakukan perubahan tingkah lakunya. Seorang konselor hendaknya mampu mendengarkan inti ungkapan konseli yang merupakan pokok – pokok masalah yang perlu dibantu untuk dipecahkan. Beberapa cara dapat dilakukan untuk membantu memcahkan masalah. Penggunaan keterampilan komunikasi misalnya keterampilan mendengarkan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan. Pada banyak kasus, keterampilan komonikasi saja tidak cukup. Beberapa konseli membutuhan bantuan yang memerlukan teknik – teknik pemecahan masalah. Dalam pemecahan masalah, konselor hanya memfasilitasi atau membantu konseli untuk mengambil tindakan nyata kearah pemecahan masalah. Ada tujuh prosedur umum dalam pemecahan masalah. Ketujuh prosedur tersebut tertata dalam tujuh tahap pemecahan masalah yaitu :
1. Mengeksprorasi masalah
Mengeksplorasi masalah merupakan aktifitas melihat berbagai dimensi yang mungkin terkait dengan masalah tersebut. Eksplorasi masalah biasanya terjadi pada tahap awal proses konseling, tetapi dapat diintensifkan kembali setiap saat selama proses konselingberlangsung. Untuk membantu konseli mengeksplorasi masalah dibutuhkan keterampilan attending, empati, merangkum, mengajukan pertanyaan terbuka, dan keterampilan konfrontasi.
2. Memahami masalah
Memahami masalah berarti meningkatkan kesadaran tentang bagaimana berbagai aspek yang terkait dapat menyebabkan munculnya masalah. Pemahaman biasanya berkembang ketika perasaan – perasaan yang mengganggu dapat diatasi. Untuk membantu konseli memahami masalahnya konselor perlu menggunakan keterampilan konfrontasi dan perilaku genuine. Selain itu keterampilan attending juga tetap diperlukan. Pemahaman secara penuh akan terjadi apabila berbagai aspek yang terkait dengan masalah telah dieksplorasi. Setelah dapat memahami masalah yang dimiliki, konseli menjadi sadar siapa dirinya dan mau kemana dia menuju. Diharapkan, dari pemahaman tersebut konseli tertarik untuk melakukan perubahan diri.
3. Menentukan masalah
Menentukan masalah berarti menajamkan isu – isu yang disuga kuat menjadi penyebab munculnya masalah. Penajaman ini diperlukan agar dapat digunakan unutuk memetakan masalah mana yang peling memungkinkan ditemukan solusi. Penentuan masalah mencakup dua aspek yakni menemukan penyebab masalah dan tujuan yang diinginkan. Penyebab masalah dan tujuan yamg diinginkan dapat ditemukan apabila eksplorasi dan pemahaman masalah sudah dapat dikuasai. Tanpa eksplorasi yang cukup dan pemahaman masalag secara baik, pemecahan masalah tidak akan berjalan secara baik karena terlalu banyak aspek yang terkait dengan mesalah yang tidak diketahui. Jika ini terjadi, maka pemecahan masalah tidak akan ditemukan secara tepat.
4. Curah pendapat ( Brainstorming )
Secara esensial curah pendapat berarti bahwa seluruh prosedur atau alternative – alternative yang dapat membantu memecahkan masalah dikemukakan tanpa dicela atau tanpa dikritik keefektifannya. Hal ini penting karena pentingnya tanggungjawab masing – masing fihak untuk mencurahkan ide –ide yang memungkinkan.
5. Menilai berbagai alternative
Pada langkah ini, dikaji antara nilai – nilai, dan kekuatan serta kelemahan – kelemahan konseli yang terkait dengan berbagai alternative pemecahan masalah yang dimunculkan melalui curah pendapat. Nilai – nilai yang dipegang teguh oleh konseli yang terkait dengan isu pemecahan masalah, sangat berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan. Jika nilai – nilai tersebut diabaikan dalam pemilihan solusi, kemingkinan keberhasilan pemecahan masalah menjadi kurang maksimal. Sebelum menentukan alternative terbaik, identifikasilah dan garisbawahilah nilai – nilai yang paling penting yang tekait dengan masalah, serta kekuatan – kekuatan yang akan paling mempermudah keberhasilan pemecahan masalah.
6. Menetapkan alternatif yang terbaik
Merupakan keputusan final terhadap satu atau dua alternative yang dipandang paling baik yang dipilih dari berbagai alternative yang di munculkandari curah pendapat setelah mempertimbangkan nilai – nilai, factor kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh konseli. Masing – masing solusi dipertimbangkan dan dibandingkan. Alternative terbaik yang dipandang sebagai solusi yang paling efektif dan paling mudah dilakukan.
7. Melaksanakan alternative
Melaksanakan alternative yang telah ditentukan / dipilih setelah penetapan alternative terbaik, Langkah terakhir ini dari pemecahan masalah langkah ini adalah mendorong konseli untuk melaksanakan alternative yang sesuai dengan nilai – nilai konseli, sesuai dengan kekuatan – kekuatan yang dimiliki konseli, dan paling sedikit melibatkan kekurangan / kelemahan konseli.
1. Attending skill merupakan komunikasi nonverbal yang menunjukan bahwa konselor memberikan perhatian secara penuh terhadap lawan bicara yang sedang berbicara dalam proses konseling yang meliputi : ketelibatan postur tubuh, gerakan tubuh secara tepat, kontak mata, dan lingkungan yang nyaman.
2. Keterampilan Berempati ( Emphatizing skill ) merupakan keterampilan dimana konselor dapat merasakan secara secara mendalam apa yang dirasakan oleh konseli, Konselor dapat memahami perasaan konseli dengan melihat raut wajah dan bahasa isyarat tubuh, serta dengan mencermati bahasa verbalnya.
3. Keterampilan Bertanya (Questioning skill )merupakan keterampilan dimana konselor mengajukan pertanyaan yang dapat mengeksplorasi dan meningkatkan pemahaman berbagai hal yang terkait dengan topic pembicaraan.
4. Keterampilan Konfrontasi (Confrontation skill ) Konfrontasi merupakan usaha konselor untuk mengemukakan kemabali dua pesan atau lebih yang saling bertentangan yang disampaikan oleh konseli.
5. Keterampilan Merangkum (Summarizing skill ) mengungkapkan kembali pokok – pokok pikiran dan perasaan yang diungkapkan secara berserakan oleh konseli, dalam proses konseling konselor harus mencermati pokok – pokok pikiran dalam hati, lalu pada saat yang tepat mengungkapkan kembali kepada konseli dengan gaya bahasa konselor.
6. Keterampilan Genuin ( genuine skill ) Perilaku jujur terhadap pikiran dan perasaan yang sedang dialami yang diekspresikan melalui perkataan dan tingkah laku apa adanya merupakan sikap dan tingkah laku konselor yang menyiratkan kesejatian atau keaslian dalam proses konseling
7. Pemecahan Masalah (Problem solving skill) merupakan aspek tindakan nyata yang membawa suatu perubahan pada diri konseli dalam proseskonseling.
B. Saran
1. Universitas Negeri Yogyakarta agar terus meningkatkan potensi yang dimiliki khususnya lab. Falkultas Ilmu Pendidikan Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, sehingga mutu pendidikan sesuai dengan harapan dari orang tua, masyarakat dan pemerintah
2. Keterampilan – keterampilan konseling dan implementasinya dalam konseling harus di kenalkan pada lembaga – lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan bimbingan dan konseling.
3. Universitas Negeri Yogyakarta harus dapat memfasilitasi lembaga – lemabaga / perguruan tinggi lain baik negeri maupun swasta yang berkeinginan untuk study banding, atau mendapatkan teknik – teknik konseling yang diterapkan pada UNY.
4. Lulusan dari UNY khususnya Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, harus lebih berkualitas tinggi karena dalam proses pendidikan ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai dan Dosen – Dosen yang Profesional dan berkopeten dalam bidangnya.
Sri Haksasi, Banun.2007. Instrumen Bimbingan dan Konseling Non Test. Semarang. Pelita Graha.
http://www.pdat.co.id/pertiti/?called=pt&kode=00822
http://www.uny.ac.id/view.php?i=3&s=0
http://fip.uny.ac.id/home/index.php?pilih=hal&id=6
Tri Leksono. 2009. Teknik Laboraturium Konseling. Semarang: Fakultas Ilme Pendidikan Jurusan Bimbingan dan Konseling IKIP Veteran semarang.
Suwarjo.2010. Keterampilan Konseling. Yogyakarta: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakulatas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
Fakultas Ilmu Pendidikan.2010. Pedoman Pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan Mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Konseling. Semarang. IKIP Veteran Semarang.
Sri Haksasi, Banun.2007. Instrumen Bimbingan dan Konseling Non Test. Semarang. Pelita Graha.
B. Tujuan Kuliah Kerja Lapangan
1. Mendapatkan Informasi dan observasi tentang kegiatan pendidikan secara integrative yang telah dilaksanakan di lab. Universitas Negeri Yogyakarta dan tentang keterampilan – keterampilan konseling.
2. Mendapatkan bekal dan pengalaman tentang keterampilan konseling dan implementasinya pada penanganan masalah konseling secara umum dan peserta didik.
3. Melatih mahasiswa dalam praktik keterampilan konseling.
4. Memenuhi tugas akademika.
C. Manfaat praktis Bagi Penulis
1. Sebagai masukan dalam rangka peningkatan kualitas calon guru Bimbingan dan Konseling.
2. Sebagai masukan dalam pelaksanaan layanan konseling dan implementasinya pada penanganan masalah konseling baik secara umum dan bagi peserta didik.
3. Dapat melaksanakan praktik keterampilan konseling.
4. Sebagai sumbangan karya ilmiah bagi almamater khususnya dan masyarakat ilmiah pada umumnya.
D. Sejarah Institusi
1. Sejarah Berdirinya Universitas Negeri Yogyakarta
Universitas Negeri Yogyakarta adalah merupakan sekolah tinggi negeri yang ada di Yogyakarta. Sejarah UNY tak lepas dari perkembangan IKIP Yogyakarta, dan Universitas Gajah Mada (UGM). Berdasarkan PP 37/1950, pada 23 Januari 1951, UGM. Daalam perkembangan UGM, ada beberapa fakultas yang menjadi cikal bakal lahirnya IKIP Negeri Yogyakarta. Seperti Fakultas Pendidik (FIP), Faklutas Pendidikan Jasmani (FPD), dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Berdasarkan SK Menteri PDK 92, 1962 berdiri Institut Pendidikan Guru (IPG). Sementara itu IPG dan FKIP adalah bidang pendidikan. Dari situ keluar Keputusan Presiden RI No. 1, 1963 pada 3 Januari 1963 yang memutuskan penyatuan FKIP dan IPG menjadi Intitut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Pelaksanaan Keppres ini menetapkan berdirinya IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, dan IKIP Malang yang resminya berdiri pada 1 Mei 1963.
Perkembangan IKIP Yogyakarta sendiri, pada 1982 menyelenggarakan enam fakultas: Ilmu Pendidikan, Pendidikan Bahasa dan Seni, Pedidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, dan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. Dua tahun kemudian lembaga ini menyelenggarakan sebanyak 30 jurusan dengan 36 program studi, pada 1996 berkembang menjadi 37 program studi.
Pada 1990 muncul wacana untuk pengembangan IKIP Yogyakarta menjadi sebuah universitas. Beberapa hal yang mendukung gagasan itu: alumnusnya banyak yang diterima tidak hanya bekerja dan diterima di dunia pendidikan. Banyak yang bekerja di bidang nonkependidikan. Pada 1996 perkembangan gagasan itu dapat direalisasikan, bahkan keluar Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud, pada 20 Juni 1996 yang menetapkan IKIP Yogyakarta –juga 3 IKIP lainnya (IKIP Medan, IKIP Padang dan IKIP Malang) diberi perluasan tugas ke arah perubahan kelembagaan menjadi universitas.
Tahap yang dikerjakan IKIP Yogyakarta, pada 1997 dibuka 12 program studi nonkependidikan jenjang S1 dan D3 pada tiga fakultas: FPBS, FPMIPA, dan FPTK, Pada tahun akademik 1999/2000 dibuka dua program studi di FPIPS, dan satu di FPOK. Dan pada 14 Agustus 1999, Universitas Negeri Yogyakarta telah sah menjadi lembaga pendidikan tinggi negeri berkedudukan di Yogyakarta dengan menyelenggarakan enam fakultas: FMIPA, FT, FIP, FBS, FIS dan FIK. Seluruh mahasiswa UNY diberi fasilitas terdaftar sebagai pererta asuransi kecelakaan pada PT Asuransi.
2. Sejarah FIP UNY
Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) dahulu bernama Fakulteit Pedagogik, Universitas Gadjah Mada (UGM). Dibuka tanggal 23 Januari 1951 yang masih serumpun dengan Fakultas Sastra dan Filsafat bernama Fakultas Sastra, Pedagogik dan Filsafat (SPF).
Pada Tanggal 19 September 1955 Fakultas SPF dikembangkan menjadi tiga fakultas yang masing--masing berdiri sendiri,yaitu :
1. Fakultas Ilmu Pendidikan
2. Fakultas Sastra dan Kebudayaan
3. Fakultas Umum dan Filsafat.
Tanggal 19 September tersebut itulah yang dijadikan Tanggal Dies Natalis FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN Universitas Negeri Yogyakarta. Pada bulan Januari 1962 FIP UGM direorganisasi menjadi tiga fakultas, yakni: Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Pendidikan Jasmani, dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Atas dasar Keppres No. 1 tahun 1963, Keputusan Bersama Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) dan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PPK) No. 32 dan 34 tahun 1964, dan Keputusan Menteri PTIP No. 36 Tahun 1964 diputuskan bahwa Institut Pendidikan Guru (IPG) di Yogyakarta dan Solo, FIP dan FKIP UGM disatukan dalam satu wadah dengan nama IKIP YOGYAKARTA. Pendirian IKIP YOGYAKARTA ini diresmikan oleh Menteri PTIP pada tanggal 21 Mei 1964.
Seiring dengan penghapusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan Sekolah Guru Olahraga (SGO), mulai tahun Akademik 1990/1991, FIP mendapat tugas dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud untuk menyelenggarakan Program D-II Pendidikan Guru Sekolah Dasar (D-II PGSD). Selanjutnya pada Tahun 1996/1997 IKIP YOGYAKARTA juga membuka Program D-II Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak (D-II PGTK). IKIP YOGYAKARTA telah mengalami perkembangan yang cepat sehingga memiliki kemampuan berlebih (excess capacity) dan untuk itu menjadi salah satu Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang pertama kali menerima perluasan mandat (wider mandate) untuk menyelenggarakan program non-kependidikan, selain tugas utama tetap mendidik tenaga kependidikan. Perluasan mandat tersebut secara resmi diterima pada tanggal 4 Agustus 1999, dengan perubahan kelembagaan dari IKIP menjadi Universitas yang bernama UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA dan FIP menjadi salah satu fakultas dengan nama tetap yakni FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN.
3. VISI MISI
a. Visi
Visi Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 adalah : Terwujudnya fakultas yang terkemuka dan terpercarya dalam menghasilkan ilmu pendidikan dan komunitas ahli pendidikan untuk pencerahan kemanusiaan.
b. Misi
Untuk mewujudkan visi FIP UNY tersebut, para sivitas akademika bertekad untuk melaksanakan misi FIP sebagai berikut :
1. Merancang, melaksanakan, dan mengembangkan secara terintegrasi program-program tridharma perguruan tinggi : pendidikan, penelitian, dan pengembangan, serta penyediaan layanan keahlian pada masyarakat.
2. Menumbuhkan komitmen sivitas akademika yang kuat untuk mendukung terlaksananya program-progaram tridharma tersebut, dalam bentuk penyediaan dan pendayagunaan secara optimal unsur-unsur sumber daya manusia, pembiayaan, dan sarana-prasarana.
3. Melakukan manajemen kemahasiswaan yang sesuai dengan tuntutan pendidikan tinggi pada umumnya dan khususnya bidang kependidikan.
4. Melakukan secara terus-menerus penguatan kapasitas dan kinerja kelembagaan sesuai dengan perkembangan paradigma perguruan tinggi (RAISEL+L) serta peraturan perundangan yang berlaku, dengan mencari dan memanfaatkan berbagai kesempatan berbagai jaringan kerja sama (partnership) internal-eksternal, lokal-nasional-internasional.
5. Menyatukan praktik pendidikan dan permasalahannya dalam bingkai konfigurasi pendidikan yang dilandasi ilmu pendidikan.
c. TUJUAN
Visi dan misi FIP tersebut dijabarkan dalam bentuk tujuan-tujuan. Adapun tujuan FIP adalah sebagai berikut :
1. Mengupayakan ilmu pendidikan yang mendukung komitmen tentang pentingnya pencerahan kemanusiaan.
2. Meningkatkan iklim fakultas yang kondusif bagi penyelenggaraan pendidikan yang tertib, damai, dinamis, dan manusiawi.
3. Meningkatkan relevansi kurikulum yang menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan/keahlian tinggi dan kepribadian mulia.
4. Meningkatkan penyelenggaraan pendidikan yang terpadu dengan penelitian dan pengabdian masyarakat yang bermuatan nilai-nilai moral yang luhur.
5. Meningkatkan penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang mendukung pengembangan ilmu pendidikan.
6. Meningkatkan kerja sama dengan lembaga-lembaga lain dalam meningkatkan kualitas Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mendukung pengembangan teori dan praktik pendidikan, dalam bingkai ilmu pendidikan.
7. Meningkatkan kualitas para guru melalui pendidikan profesi/sertifikasi.
4. Posisi Lab. PPB dalam lingkungan UNY
Posisi laboraturim universitas Negeri Yogyakarta berada ditengah – tengah lingkungan UNY tepatnya berada di bagian belakang gedung Pasca Sarjana UNY, kemudiaan masuk keutara Komplek Fakultas Ilmu Pendidikan, gedung kedua membujur ketimur sebelah utara posisi tepat di paling ujung timur gedung.
5. Peran Laboraturium
a. Program Kerja Bidang Konseling
1. Menyelenggarakan layanan konseling untuk mahasiswa maupun masyarakat yang membutuhkan.
2. Melakukan penelitian pengembangan di bidang konseling.
3. Mengembangkan layanan terapi pustaka.
b. Program Kerja Bidang Instrumen dan Media BK.
1. Melakukan penelitian pengembangan di bidang instrumen dan media BK.
2. Membuat publikasi Jurusan PPB.
3. Mendokumentasikan instrumen dan media BK hasil karya dosen dan mahasiswa.
c. Program Kerja Bidang Tes Psikologi
1. Memberikan layanan tes psikologi untuk civitas akademika UNY maupun masyarakat umum yang membutuhkan.
2. Melakukan penambahan alat tes yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
3. Mengkaji alat-alat tes baru secara periodic.
d. Program Kerja Bidang Journal Club
1. Menyelenggarakan diskusi ilmiah bulanan.
2. Menerbitkan jurnal ilmiah PARADIGMA 6 bulan sekali.
e. Program Kerja Bidang Pelatihan
1. Melakukan penelitian pengembangan di bidang pelatihan.
2. Menyelenggarakan pelatihan-pelatihan bagi dosen dan mahasiswa.
3. Menyelenggarakan pelatihan-pelatihan bagi masyarakat yang membutuhkan.
f. Prioritas Program Ka Lab
1. Mengembangkan sistem manajemen mutu laboratorium.
2. Membuat Buku Panduan Laboratorium PPB:
a. Profil Laboratorium PPB.
b. Prosedur kerja dan instruksi kerja pengelola laboratorium.
c. Pedoman kegiatan praktikum di laboratorium (termasuk satuan acara praktikum dan sistematika laporan kegiatan praktikum)
E. Kerangka Teori
1. Keterampilan Konseling
a. Keterampilan Attanding
Keterampilan attending merupakan keterampilan dasar seorang konselor dan sangat berkaitan dengan rasa hormat konselor terhadap konseli yang harus ditampakkan ketika perhatian secara penuh diberikan kepada konseli. Tingkah laku attending sangat penting dalam semua komunikasi positif antar individu. Keterampilan ini dapat dipelajari dan harus diterapkan oleh konselor dalam proses pelayanan – pelayanan yang diberikan dalam konseling.
2. Keterampilan Berempati
Keterampilan berempati merupakan salah satu kunci untuk dapat meningkatkan kwalitas komunikasi antar individu. Empati berarti konselor dapat merasakan secara secara mendalam apa yang dirasakan oleh konseli tanpa kehilangan identitas dirinya. Konselor dapat memahami perasaan konseli dengan melihat raut wajah dan bahasa isyarat tubuh, serta dengan mencermati bahasa verbalnya.
3. Keterampilan Bertanya
Keterampilan bertanya merupakan salah satu bagian penting dari suatu dialog antara konselor dan konseli. Pertanyaan yang baik sangat membantu konseli dalam memperoleh pemahaman tentang berbagai hal yang menjadi dan atau terkait dengan topic pembicaraan. Cara – cara mengajukan pertanyaan yang baik membutuhkan keterampilan bertanya.
a. Keterampilan Konfrontasi
Keterampilan konfrontasi adalah usaha konselor untuk mengemukakan kemabali dua pesan atau lebih yang saling bertentangan yang disampaikan oleh konseli. Konfrontasi akan sangat membantu konseli jika disamapaikan secara tepat oleh konselor tanpa menimbulkan kemarahan dan sikap bertahan konseli. Konfrontasi akan membantu konseli untuk menyadari, dan menghadapi berbagai pikiran, perasaan, dan kenyataan yang terjadi pada dirinya, yang ingin disembunyikan atau di ingkarinya.
b. Keterampilan Merangkum
Keterampilan merangkum merupakan bagian dari keterampilan mendengarkan secara aktif terhdap apa yang menjadi inti pembicaraankonseli. Keterampilan ini sangat membantu dalam mengindentifikasi masalah, selain itu melalui keterampilan ini konselor dapat menyisipkan kesadaran baru kepada konseli atas problem yang dimilikinya.
c. Keterampilan Berperilaku Genuin
Dalam suatu komunikasi antara konselor dengan konseli, ketidak jujuran atau menutup – nutupi berbagai perasaan yang berkecamuk dalam diri konselor seyogyanya dihilangkan. Konselor harus memancarkan keterbukaan terhadap konsli. Perilaku jujur terhadap pikiran dan perasaan yang sedang dialami yang diekspresikan melalui perkataan dan tingkah laku apa adanya merupakan sikap dan tingkah laku konselor yang menyiratkan kesejatian atau keaslian ( Genuin).
d. Keterampilan Pemecahan Masalah
Kehidupan adalah rangakaian dari masalah. Layanan bantuan akan dirasakan manfaatnya jika masalah – masalah yang menimbulkan kesulitan hidup manusia dapat dipecahkan. Oleh karena itu agar bantuan menjadi efektif harus mencakup pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan aspek tindakan nyata yang membawa suatu perubahan. Tanpa dibarengi suatu tindakan nyata eksplorasi dan pemahaman terhadap suatu masalah kurang bernilai secara penuh.
F. Sumber Data
1. Lab. Universitas Negeri Yogyakarta
2. Universitas Negeri Yogyakarta
3. Dosen Universitas Negeri Yogyakarta
G. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Wawancara
Metode interview atau metode wawancara suatu proses pembicaraan dalam situasi komunikasi langsung ( face to face relationship ), antara pewawancara dengan pihak yang diwawancarai dimana kedua belah pihak saling memberikan dan atau menerima informasi tentang persoalan – persoalan yang dibicarakan ( Haksasi, 2007 : 51 )
Metode interview merupakan cara, yang dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan keterangan secara lisan yang dilakukan denagan cara berhadapan langsung melalui percakapan.
Metode interview mempunyai keuntungan dan kelemahan. Akan tetapi juga ada cara – cara yang dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan – kelemahan yang ada dalam penggunaan metode interview.
a. Keuntungan
1. Dapat dilaksanakan secara langsung kepada responden, sehingga data yang diperoleh merupakan data yang benar – benar obyektif.
2. Dapat untuk memperaiki hasil riset yang dilakukan.
3. Pelaksanaan interview lebih fleksibel dan dinamis.
b. Kelemahan
1. Jika Anggota sempel cukup besar, maka akan menyita waktu, tenaga dan biaya. Interview yang berlarut – larut akan mengakibatkan data yang diperoleh kurang memenuhi harapan.
2. Sering timbul sikap kurang baik responden, atau timbulnya over acting dari pewawancara, yang disebabkan kurang adanya adaptasi diri antara pewawancara dengan responden.
c. Cara mengatasi kelemahan
1. Perlu hubungan baik terlebih dahulu antar pewawancara dengan responden
2. Responden hendaknya diberlakukan sebagai sesame manusia
3. Hilangkan prasangka negative, sehingga pertanyaan yang diajukan bersifat netral.
4. Pertanyaan yang diberikan bersifat jelas, sederhana dan mudah dimengerti oleh responden.
2. Metode Observasi
Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematis tentang fenomena yang diselidiki. ( Sutrisno Hadi, 1994 : 136 )
Sedangkan menurut Sumadi Suryobroto untuk pengertian metode observasi yaitu :
“ Metode observasi adalah dengan sengaja dan sistematis mengamati aktifitas individu lain ( Sumadi Suryobroto, 1994 : 7 )
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa metode observasi tersebut dilakukan dengan cara mengadakan suatu pengamatan dan aktifitas ataupun gejala jiwa yang dilakukan secara sistematik.
Metode observasi secara garis besar digolongkan menjadi 3 yaitu :
a. Observasi Partisipan
Observasi partisipan adalah observasi dimana peneliti ikut serta dalam kegiatn yang dilakukan oleh subyek yang diteliti.
b. Obsevasi Non – Partisipan
Observasi non partisipan adalah merupakan observasi dimana peneliti ( observer ) tidak ikut dalam kegiatan yang dilakukan terhadap yang diobservasi.
c. Observasi eksperimental
Observasi eksperimental adalah suatu observasi yang dilakukan sengaja menimbulkan suatu gejala tertentu untuk dapat diobservasi.
Dalam penelitian, penulis mengumumkan obsesi sistematis, karena adanya kerangka yang jelas dengan demikian akan memudahkan penulis dalam pelaksanaan observasi. Selain itu dalam observasi ini sudah dibatasi permasalahannya, baik isi maupun luas situasi serta wilayah, dengan demikian kemungkinan observasi yang tearah dan teliti.
Adapun kebaikan dari metode observasi dapat disebutkan sebagai berikut :
a. Merupakan alat yang langsung untuk menyelidiki bermacam – macam gejala, karena banyak aspek tingkah laku yang hanya dapat diselidiki melalui jalan observasi langsung.
b. Untuk subyek yang diselidiki akan lebih sedikit tuntutannya, dan orang yang sibuk tidak akan keberatan untuk diamati.
c. Dimungkinkan pencatatan yang serempak dengan terjadinya beberapa gejala.
Adapun keterbatasan dari metode observasi dapat disebutkan sebaigai berikut :
a. Banyak kejadian tidak dapat dicapai melalui observasi langsung, seperti kehidupan pribadi yang dirahasiakan dan jika sedang diselidik observer mungkin saja menimbulkan kesan menyenangkan atau sebaliknya.
b. Timbulnya kejadian yang tidak dapat diramalkan sebelumnya, sehingga observer dapat hadir mengobservasi kejadian itu. Jika penelitian dilakukan terhadap typical behavior yang cukup lama, tugas observer menjadi terganggu pada waktu ada peristiwa yang tidak diduga, di samping itu terlalu lamanya kelangsungan kejadian, karena ada kejadian yang berlangsung bertahun – tahun dan ada yang berlangsung pendek. Hal tersebut menyebabkan timbulnya kesulitan bagi observer untuk mengumpulkan bahan – bahan yang diperlukan.
3. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu cara metode pengumpulan data mengenai hal – hal atau sesuatu veriabel yang berupa catatan, prasasti, dan sebagainya ( Suharsimi Arikunto, 1996 : 202 ). Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang tersimpan di lembaga di mana penulis melaksanakan kegiatan KKL.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Konseling merupakan proses mengakibatkan hubungan antar pribadi, yaitu antara konselor dan satu atau lebih klien dimana konselor menggunakan metode – metode psikologis atas dasar pengetahuan yang dimilikinya dalam rangka pengubahan kepribadian klien dalam upaya meningkatkan kesehatan mentalnya.C Patterson (1967). Jadi menurut pernyataan C. Patterson diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang konselor harus mempunyai pengetahuan (seorang ahli) dan menggunakan metode – metode psikologis atau keterampilan – keterampilan konseling dalam melakukan proses konseling. Konselor harus menguasai keterampilan – keterampilan konseling karena merupakan salah satu aspek penting yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses konseling yang di bangun oleh konselor. Dengan demikian penguasaan konselor terhadap keterampilan – keterampilan tersebut merupakan jembatan menuju terbangunnya hubungan interpersonal efektif yang diharapkan berjung pada tercapainya tujuan konseling atau terfasilitasinya perkembangan konseli secara maksimal. Keterampilan – keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan attending, keterampilan berempati, keterampilan bertanya, keterampilan konfrontasi, keterampilan merangkum, keterampilan perilaku genuin, dan keterampilam memecahkan masalah.
A. Keterampilan Attending
Dalam konseling konsep dasar kepercayaan koseli adalah rasa nyaman dan dimanusiakan dalam konseling, yang diberikan oleh konselor melalui keterampilan attending. Attending sangat berkaitan dengan rasa hormat konselor terhadap konseli yang harus ditampakkan ketika perhatian secara penuh diberikan kepada konseli. Tingkah laku attending sangat penting dalam semua komunikasi positif antar individu. Keterampilan ini dapat dipelajari dan harus diterapkan oleh konselor dalam proses pelayanan – pelayanan yang diberikan. Keterampilan attending merupakan upaya pemberian perhatian fisik kepada orang lain atau klien. Attending merupakan komunikasi nonverbal yang menunjukan bahwa konselor memberikan perhatian secara penuh terhadap lawan bicara yang sedang berbicara. Keterampilan attending meliputi : ketelibatan postur tubuh, gerakan tubuh secara tepat, kontak mata, dan lingkungan yang nyaman.
1. Keterlibatan postur tubuh
Konselor seharusnya mengerti akan sikap – sikap yang membuat orang lain merasa nyaman saat bersamanya. Seperti halnya dengan bahasa tubuh, sering kali berbicara lebih keras dari pada bahasa verbal. Komunikasi dalam konseling akan semakin menjadi lebih kuat jika konselor menampilkan sikap tubuh yang rileks tetapi penuh perhatian dan sikap siaga mendengarkan pembicaraan konseli, posisi badan agak condong kedepan menghadap konseli dengan tetap menjaga situasi dan posisi diri yang terbuka dalam jarak yang tepat dari konseli.
Seorang pendegar yang baik akan menunjukan perhatiaanya melalui ekspresi tubuh yang rileks selama pembicaraan berlangsung. Ekspresi rileks mengandung pesan bahwa “ konselor merasa nyaman bersama klien dan konselor menerima keberadaan klien.” sedangkan kesiap – siagaan perhatian yang ditunjukan melalui ekspresi menunjukan bahwa, “ konselor merasa yang klien ceritakan adalah penting, dan konselor sungguh memahami klien”.
Mengenai posisi tubuh konselor yang baik dalam konseling adalah sedikit condong kedepan kearah konseli, mengkomunikasikan pesan bahwa konselor memberikan perhatian yang lebih besar. Dan sebaliknya jika posisi tubuh konselor condong kebelakang bersandar pada kursi ini dipandang kurang memberikan perhatian kepada konseli. Pandangan dengan muka lurus menghadap konseli akan membantu konselor melibatkan diri secara penuh dalam pembicaraan konseli dan hubungan emosional keduanya lebih dapat terbangun.
Konselor harus tetap dapat menjaga posisi tubuh tetap terbuka dengan tidak menyilangkan kaki dan atau menyilangkan tangan. Kaki yang disilangkan dan tangan menyilang rapap kedua tangan dapat menggambarkan ketertutupan atau sikap bertahan. Jarak antara konselor dan konseli juga harus juga diperhatikan. Jangan terlalu dekat ataupun terlalu jauh akan mengganggu komunikasi karena konseli kurang merasa nyaman. Meskipun demikian jarak yang peling nyaman antara konselor dan konseli sangat tergantung dari budaya masing – masing. Oleh karena itu seyogyanya konselor mencermati dan peka terhadap sinyal – sinyal yang ditunjukan oleh konseli terkait jarak yang diambil oleh konselor dari konseli. Pada umumnya jarak yang ideal adalah 90 – 100 cm jarak yang nyaman bagi kebanyakan masyarakat di Indonesia.
2. Gerakan tubuh secara tepat
Konselor harus dapat menarik perhatian seorang konseli, seperti gerakan tubuh yang membaut konseli merasa nyaman dan dihargai. Gerak tubuh yang tepat merupakan bagian utama dari aktifitas mendengarkan yang baik saat terjadi proses konseling. Seorang konselor yang sedang mendengarkan konseli tetapi tanpa diikuti dengan gerakan tubuh akan tampak kaku, dingin, dan terasa adanya jarak yang jauh. Sebaliknya konselor yang menyertakan gerakan – gerakan aktif saat mendengarkan konseli akan dimaknai sebagai konselor yang bersahabat, dan hangat tetapi gerakan – gerakan aktif tersebut bukan merupakan gerakan gelisah atau grogi seperti hal – hal yang tidak terkait dengan pembicaraan misalnya, memainkan pensil, memainkan uang logam, gugup dan gelisah mengetuk ngetukan jari, mematah – matahkan tulang jari jemari secara terus menerus duduk beringsut, menyilangkan kaki, duduk dengan satu kaki di angkat dan ditumpangkan pada kaki yang lain sambil di gerak – gerakan.
Pada umumnya orang akan lebih suka berbicara dengan pendengar yang gerakan tubuhnya tidak kaku dan tidak terpaku. Meskipun demikian hindari gerakan gerakan tubuh dan mimic wajah yang merusak swasana. Konselor yang baik menggerakan tubuhnya dalam merespon klien yang sedang berbicara.
3. Kontak mata
Kemampuan untuk memiliki kontak mata yang baik merupakan bagian penting dan pokok dari komunikasi antar individu. Konselor harus dapat membaca bahasa isyarat dan apa yang sedang dialami konseli seperti halnya apa yang ditampakkan oleh mata konseli. Dengan kotak mata konselor seharusnya dapat menganalisa apa yang sebenarnya dialami dan dirasakan klien pada saat itu. Karena dengan kontak mata yang efektif mengekspresikan minat dan keinginan untuk mendengarkan orang lain. Kontak mata mencakup pemutusan pandangan mata secara lembut pada klien dan kadang – kadang memindahkan pandangan dari wajah konseli ke bagian tubuh yang lain misalnya, tangan, kemudian kembali kewajah, lalu kontak mata terjadi lagi dalam hal ini konselor harus paham benar karena jika terlalu berlebihan klien akan merasa tersinggung. Kontak mata tidak terjadi jika memang konselor jauh atau membuang pandangan dari konseli, memandang wajah konseli dengan pandangan kosong, dan konselor menghindari tatapan mata konseli.
Kontak mata memungkinkan konseli menyadari kemungkinan penerimaan konselor terhadap diri konseli beserta pesan – pesan dan keluhan – keluhan yang disampaikan konseli. Kontak mata membantu konseli untuk menggambarkan betapa amannya dia bersama dengan konselor. Demikian pula konselor melalui kontak mata konselor dapat menangkap makna yang lebih mendalam dari berbagai hal yang disampaikan kepadanya. Kontak mata biasa diibaratkan sebagai jendela untuk melihat pengalaman dan dunia pribadi yang mendalam dari konseli. Kontak mata merupakan salah satu keterampilan mendengarkan yang efektif dan konselor harus menguasai keterampilan ini.
4. Lingkungan yang nyaman
Rasa aman dan nyaman pada konseli sangat dibutuhkan saat proses konseling, seperti menciptakan suasana, hening jauh dari hiruk pikuk dan kacau. Dan juga seperti radio, televise dan sejenisnya yang bias mengganggu suasana konseling sebaiknya dimatikan.
Konselor juga harus dapat menciptakan swasana yang tidak formal karena dengan swasana seperti ini mengesankan swasana akrab dan bersahabat. Swasana formal lebih bersifat kaku dan cenderung mengesankan klien di interogasi sehingga konseli dapat tertutup atau tidak mau terbuka secara penuh.
B. Keterampilan Berempati
Keterampilan Berempati merupakan salah satu kunci untuk dapat meningkatkan kwalitas komunikasi antar individu dalam proses koseling. Empati berarti konselor dapat merasakan secara mendalam apa yang dirasakan oleh konseli tanpa kehilangan identitas dirinya sebagai seorang konselor. Konselor dapat memahami perasaan konseli dengan melihat raut wajah dan bahasa isyarat tubuh, serta dengan mencermati bahasa verbalnya. Sejak kecil manusia telah mengenal emosi – emosi dasar seperti rasa senang/ bahagia, sedih, marah, terkejut, jijik, dan takut. Tingkah laku empatik merupakan salah satu keterampilan mendengarkan dengan penuh pemehaman / mendengarkan secara aktif. Empati merupakan kemampuan untuk memahami pribadi orang lain sebaik dia memahami dirinya sendiri. Seorang konselor hendaknya dapat menerima secara tepat makna dan perasaan – perasaan konselinya.
Seorang konselor yang empatik dapat melihat dunia konseli dari mata konseli, mampu mendengarkan konseli tanpa berprasangka dan tidak menilai jelek konseli. Konselor dapat merasakan kesedihan yang dirasakan konseli tetapi tidak larut atau terhanyut karenanya. Dengan demikian konselor yang empatik mampu membaca tanda – tanda isyarat tubuh, gesture, dan mimic, yang menggambarkan keadaan psikologis dan emosi yang sedang dialami oleh orang lain tanpa kehilangan kendali. Empati memliki tiga komponen penting yaitu :
1. Pemahaman yang sensitive dan akurat tentang persaan – perasaan orang lain sambil tetap menjaga agar dirinya agar tidak terlena menjadi orang lain.
2. Memahami situasi yang memicu perasaan – perasaan tersebut.
3. Mengkomunikasikan dengan orang lain dengan cara – cara yang membuat orang lain merasa diterima dan dipahami.
Perlu dicatat bahwa dalam mengekspresikan sikap – sikap empatik, kita harus tetap memperlihatkan nilai – nilai dan norma – norma yang berlaku.
Sebagian individu terampil menginterprestasikan ekspresi non verbal seperti ekspresi wajah, nada suara, bahasa tubuh, pikiran serta perasaan orang lain. Empati berbeda dengan simpati dan atipati. Apati berarti tidak peduli dan tidak melibatka perasaan atau tidak menaruh minat dan perhatian terhadap seseorang atau beberapa orang. Seseorang yang apati biasanya tidak mau melibatkan diri dan biasanya memberikan pesan non verbal yang mengisyaratkan ketidakpedulian. Dalam masyarakat modern sekarang ini, kita memang perlu bersikap apati untuk orang – orang tertentu. Artinya tidak mungkin kita harus menaruh peduli kepada semua orang yang kita jumpai padahal tidak mengenalnya lebih dekat, tetapi sikap tersebut jangan terlalu berlebihan karena kita akan kehilangan hakikat kemanusiaan kita.
Simpati adalah suatu keterlibatan emosi yang berlebihan kepada orang lain. Simpati dapat mengurangi kekuatan dan kemandirian konselor yang dalam hal ini sebagai penolong dimana konselor menjadi tidak mampu memberi bantuan ketika sangat dibutuhkan. Ada tendensi kuat bahwa simpati mudah tenggelam dalam suasana sentimentil. Sentimentil merupakan pengalaman emosional yang berlebihan yang dialami seseorang.
C. Keterampilan Bertanya
Keterampilan bertanya merupakan salah satu bagian penting dari suatu dialog antara konselor dan konseli. Pertanyaan yang baik sangat membantu konseli dalam memperoleh pemahaman tentang berbagai hal yang menjadi dan atau terkait dengan topic pembicaraan. Cara – cara mengajuka pertanyaan yang baik membutuhkan keterampilan bertanya.
Seorang konselor harus dapat mengeksplorasi permasalahan yang sedang dialami klien sebagai gambaran, analisis dan diagnose terhadap permasalahan tersebut. Konselor harus dapat membantu konseli untuk memperoleh pemahaman yang baik dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan terbuka dan tertutup.
1. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang memungkinkan konseli memberikan jawaban secara terbuka dan luas. Pertanyaan terbuka dapat membantu konseli menggali dirinya guna memperoleh pemahaman dirinya yang lebih baik. Melalui pertanyaan terbuka konselor dapat mengkomunikasikan niatnya untuk membantu konseli dalam mengeksplorasi diri. Pertanyaan terbuka berfungsi antara lain :
a. Dapat membawa proses konseling kearah perbicaraan yang lebih khusus berkenaan dengan apa yang dialami, dirasakan, dipikirkan, dan yang diyakini klien.
b. Dapat mengungkapkan hal – hal yang menjadi pusat perhatian dan isu – isu tentang klien.
c. Menemukan hal - hal penting tentang topic yang disampaikan klien.
d. Kemampuan untuk membuka atau menutup pembicaraan mengenai kebutuhan individu dan pewawancara.
2. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang biasanya bersifat tertutu atau dapat dijawab dengan jawaban ya atau tidak, di jawab dengan satu atau dua kata. Pertanyaan tertutup lebih mengedepankan penekanan pada isi pembicaraan yang factual dari pada memperhatikan perasaan. Pertanyaan terturtutup seringkali menimbulkan kesan pada konseli bahwa konselor kurang menaruh perhatian kepada konseli. Ketika konselor menginginkan konseli membrikan jawaban yang singkat dan jelas, konselor dapat menggunakan pertanyaan tertutup. Seperti dengan menggunakan pertanyaan, “ Ketika ibu kamu meninggal kamu berusia berapa tahun?”, “ apakah anda merasa kesal atas perlakuan yang anda terima?”.
D. Keterampilan Konfrontasi
Dalam konseling sering kali klien mengutarakan permasalahannya dengan bertentangan dari apa yang di utarakan oleh konseli sebelumnya. Disini konselor dituntut mampu mengkomunikasikan pesan ganda / pesan yang bertentangan tersebut kepada konseli dengan cara – cara yang dapat diterima oleh konseli.
Konfrontasi adalah usaha konselor untuk mengemukakan kemabali dua pesan atau lebih yang saling bertentangan yang disampaikan oleh konseli. Konfrontasi akan sangat membantu konseli jika disamapaikan secara tepat oleh konselor tanpa menimbulkan kemarahan dan sikap bertahan konseli. Konfrontasi akan membantu konseli untuk menyadari, dan menghadapi berbagai pikiran, perasaan, dan kenyataan yang terjadi pada dirinya, yang ingin disembunyikan atau di ingkarinya.
Konselor perlu melakukan konfrontasi apabila pada diri konseli didapati adanya :
1. Pertentangan antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan.
2. Pertentangan antara dua perkatan yang disampaikan dalam waktu yang berbeda.
3. Pertentangan antara perasaan yang dikatakan dengan tingkah laku yang tidak mencerminkan perasaan tersebut.
Dalam praktiknya konfrontasi dapat diungkapkan melalui kalimat gabungan yang mengandung dua kondisi yang kontradiktif seperti “ anda mengatakan bahwa anda senang dengan sepeda baru kamu tetapi kamu tidak pernah memakainya ”, “ Andi mengatakan sangat senang dengan keputusan orang tua, tetapi kenapa kamu menangis”, “ tadi kamu katakana bahwa kamu tidak mencintainya, tetapi baru saja kamu mengatakan bahwa kamu tidak bisa hidup tanpa dia”,. Konfrontasi mendiskripsikan pesan konseli, mengobservasi tingkah laku konseli, dan bukti – bukti lain yang sedang terjadi pada konseli. Konfrontasi tidak boleh berisikan tuduhan, penilaian, atau pemecahan masalah.
Konfrontasi sendiri bertujuan agar konselor dapat menunjukan ketidak logisan berfikir klien dan membawa klien kembali berfikir secara logis dan lebih memahami apa yang sebenarnya terjadi pada diri konseli tersebut.
E. Keterampilan Merangkum
Sering kali dijumpai dalam proses konseling klien mengutarakan permasalahannya secara berserakan dan tidak runtut antara yang satu dengan yang lainya. Disinilah keterampilan merangkum seorang konselor diperlukan, sebagai upaya indentifikasi dan menceritakan kemabali permasalahan klien secara runtut, sehingga dapat memberikan gamabaran permasalahan klien secara gambalang dan mudah untuk dipahami dari ap yang menjadi inti pembicaraan konseli. Keterampilan ini sangat membantu dalam mengindentifikasi masalah, selain itu melalui keterampilan ini konselor dapat menyisipkan kesadaran baru kepada konseli atas problem yang dimilikinya. Dalam konseling tidak jarang mencampur – baurkan antara masalah sebagai fakta dengan masalah yang berkembang sebagai akibat penafsiran atau persepsi mereka terhadap masalah factual tersebut. Persepsi konseli terhadap masalah inlah yang membuat respon konseli unik. Dengan kata lain suatau masalah yang sama akan dihayati secara berbeda oleh dua orang atau lebih. Kadangkala masalah akan terasa lebih besar akibat penghayatan individu yang berlebihan terhadap masalah tersebut. Meskipun demikian koselor tidak boleh memberikan penilaian Judgment atas persepsi konseli seperti “ ah itu kan hanya perasaanmu saja”. Seorang konselor harus penuh perhatiaan kepada konseli saat proses konseling berlangsung, konselor harus menangkap pikiran pikiran dan perasaan – perasaan penting yang diekspresikan konseli.
Merangkum dalam komunikasi konseling adalah aktifitas konselor mengungkapkan kembali pokok – pokok pikiran dan perasaan yang diungkapkan konseli. Dalam suatu dialog yang panjang antara konseli dan konselor banyak pokok – pokok pikiran dan perasaan konseli yang diungkapkan konseli secara berserakan, konselor harus mencermati pokok – poko pikiran dalam hati, lalu pada saat yang tepat mengungkapkan kembali kepada konseli dengan gaya bahasa konselor sendiri. Ketepatan konselor membuat rangkuman akan menumbuhkan kesan pada konseli bahwa konseli diperhatikan, didengarkan kata- katanya, dipahami dan diterima kehadirannya oleh konselor. Perlu diingat bahwa kata – kata untuk mengawali rangkuman perlu ditata dengan baik sehingga tidak ada kesan konselor menghakimi. Bebrapa kata yang dapat digunakan untuk mengawali suatu rangkuman misalnya: ”makna yang ada dibalik ungkapan perasaan anda adalah,….”.
F. Keterampilan Genuin
Konselor harus memancarkan keterbukaan terhadap konseli. Dalam suatu komunikasi antara konselor dengan konseli, ketidak jujuran atau menutup – nutupi berbagai perasaan yang berkecamuk dalam diri konselor sebaiknya dihilangkan. Perilaku jujur terhadap pikiran dan perasaan yang sedang dialami yang diekspresikan melalui perkataan dan tingkah laku apa adanya merupakan sikap dan tingkah laku konselor yang menyiratkan kesejatian atau keaslian ( Genuin). Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana jika dalam diri konselor muncul perasaan itu secara tidak suka kepada konseli, haruskah perasaan itu secara jujur dikemukakan kepada konseli?. Kejujuran konselor harus disampaikan dan diekspresikan secara tepat sehingga tidak melukai hati konseli. Sebagai konselor sebelum anda dapat mengekspresikan perasaan – perasaan anda, anda harus menyadari adanya perasaan – perasaan tersebut. Untuk mengkomunikasikan keterbukaan dan kejujuran kepada konseli, pertama kali anda harus menguasai diri dan perasaan - perasaan anda, sadar diri, siapa diri anda beserta pikiran – pikiran dan perasaan – perasaan yang ada pada diri anda. Kemampuan ini meliputi bagaimana belajar membedakan berbagai perasaan yang hinggap dalam diri anda tanpa harus menyangkalkan atau menutup – nutupinya. Jika anda merasa bahagia, anda dapat menyadari bahwa anda bahagia, atau jika anda merasa marah, anda dapat menyadari adanya kemarahan tersebut dan dapat mengungkapkannya dengan bijak.
Mengekspresikan keaslian atau kejujuran atau kesejatian perasaan dan pikiran, anda perlu belajar membedakan antara respon – respon yang tidak responsive, respon yang tidak genuine dan respon yang genuine. Sebagai contoh, dalam situasi dimana konseli mengemukakan “ saya jengkel dan kesal kepada kakakIbu saya” respon yang tidak responsive adalah “ kamu harus benar – benar menyukai Ibu kamu”, respon yang tidak genuine kepada konseli. Sedangkan pernyataan yang genuine dapat diungkapkan melalui pernytaan sebagai berikut, “ jika anda jengkel dan kesal kepada Ibu anda, saya rasa tidak mudah untuk berpisah darinya dan pergi meninggalkan nya ”.
G. Ketermpilan Pemecahan Masalah
Tujuan dari adanya konseling adalah terpecahkannya apa yang menjadi pemasalahan klien, hal ini sangat ditentukan oleh kemampuan, kemauan dan keterampilan konselor. Kehidupan adalah rangakaian dari masalah dan konseling akan dirasakan manfaatnya jika masalah – masalah yang menimbulkan kesulitan hidup manusia / klien dapat dipecahkan atau terselesaikan. Oleh karena itu agar bantuan menjadi efektif harus mencakup pemecahan masalah yang terbaik bagi diri konseli. Pemecahan masalah merupakan aspek tindakan nyata yang membawa suatu perubahan pada diri konseli. Tanpa dibarengi suatu tindakan nyata eksplorasi dan pemahaman terhadap suatu masalah kurang bernilai dan kurang memperoleh hasil yang maksimal.
Pemecahan masalah akan memperoleh hasil yang maksimal apabila konseli dan konselor telah mengeksplorasi dan memahami seluruh dimensi dari masalah klien. Jika dimensi – dimensi itu telah ditemukan, konseli kemudian didorong untuk mengambil yang terbaik bagi dirinya dan taat melakukan perubahan tingkah lakunya. Seorang konselor hendaknya mampu mendengarkan inti ungkapan konseli yang merupakan pokok – pokok masalah yang perlu dibantu untuk dipecahkan. Beberapa cara dapat dilakukan untuk membantu memcahkan masalah. Penggunaan keterampilan komunikasi misalnya keterampilan mendengarkan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan. Pada banyak kasus, keterampilan komonikasi saja tidak cukup. Beberapa konseli membutuhan bantuan yang memerlukan teknik – teknik pemecahan masalah. Dalam pemecahan masalah, konselor hanya memfasilitasi atau membantu konseli untuk mengambil tindakan nyata kearah pemecahan masalah. Ada tujuh prosedur umum dalam pemecahan masalah. Ketujuh prosedur tersebut tertata dalam tujuh tahap pemecahan masalah yaitu :
1. Mengeksprorasi masalah
Mengeksplorasi masalah merupakan aktifitas melihat berbagai dimensi yang mungkin terkait dengan masalah tersebut. Eksplorasi masalah biasanya terjadi pada tahap awal proses konseling, tetapi dapat diintensifkan kembali setiap saat selama proses konselingberlangsung. Untuk membantu konseli mengeksplorasi masalah dibutuhkan keterampilan attending, empati, merangkum, mengajukan pertanyaan terbuka, dan keterampilan konfrontasi.
2. Memahami masalah
Memahami masalah berarti meningkatkan kesadaran tentang bagaimana berbagai aspek yang terkait dapat menyebabkan munculnya masalah. Pemahaman biasanya berkembang ketika perasaan – perasaan yang mengganggu dapat diatasi. Untuk membantu konseli memahami masalahnya konselor perlu menggunakan keterampilan konfrontasi dan perilaku genuine. Selain itu keterampilan attending juga tetap diperlukan. Pemahaman secara penuh akan terjadi apabila berbagai aspek yang terkait dengan masalah telah dieksplorasi. Setelah dapat memahami masalah yang dimiliki, konseli menjadi sadar siapa dirinya dan mau kemana dia menuju. Diharapkan, dari pemahaman tersebut konseli tertarik untuk melakukan perubahan diri.
3. Menentukan masalah
Menentukan masalah berarti menajamkan isu – isu yang disuga kuat menjadi penyebab munculnya masalah. Penajaman ini diperlukan agar dapat digunakan unutuk memetakan masalah mana yang peling memungkinkan ditemukan solusi. Penentuan masalah mencakup dua aspek yakni menemukan penyebab masalah dan tujuan yang diinginkan. Penyebab masalah dan tujuan yamg diinginkan dapat ditemukan apabila eksplorasi dan pemahaman masalah sudah dapat dikuasai. Tanpa eksplorasi yang cukup dan pemahaman masalag secara baik, pemecahan masalah tidak akan berjalan secara baik karena terlalu banyak aspek yang terkait dengan mesalah yang tidak diketahui. Jika ini terjadi, maka pemecahan masalah tidak akan ditemukan secara tepat.
4. Curah pendapat ( Brainstorming )
Secara esensial curah pendapat berarti bahwa seluruh prosedur atau alternative – alternative yang dapat membantu memecahkan masalah dikemukakan tanpa dicela atau tanpa dikritik keefektifannya. Hal ini penting karena pentingnya tanggungjawab masing – masing fihak untuk mencurahkan ide –ide yang memungkinkan.
5. Menilai berbagai alternative
Pada langkah ini, dikaji antara nilai – nilai, dan kekuatan serta kelemahan – kelemahan konseli yang terkait dengan berbagai alternative pemecahan masalah yang dimunculkan melalui curah pendapat. Nilai – nilai yang dipegang teguh oleh konseli yang terkait dengan isu pemecahan masalah, sangat berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan. Jika nilai – nilai tersebut diabaikan dalam pemilihan solusi, kemingkinan keberhasilan pemecahan masalah menjadi kurang maksimal. Sebelum menentukan alternative terbaik, identifikasilah dan garisbawahilah nilai – nilai yang paling penting yang tekait dengan masalah, serta kekuatan – kekuatan yang akan paling mempermudah keberhasilan pemecahan masalah.
6. Menetapkan alternatif yang terbaik
Merupakan keputusan final terhadap satu atau dua alternative yang dipandang paling baik yang dipilih dari berbagai alternative yang di munculkandari curah pendapat setelah mempertimbangkan nilai – nilai, factor kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh konseli. Masing – masing solusi dipertimbangkan dan dibandingkan. Alternative terbaik yang dipandang sebagai solusi yang paling efektif dan paling mudah dilakukan.
7. Melaksanakan alternative
Melaksanakan alternative yang telah ditentukan / dipilih setelah penetapan alternative terbaik, Langkah terakhir ini dari pemecahan masalah langkah ini adalah mendorong konseli untuk melaksanakan alternative yang sesuai dengan nilai – nilai konseli, sesuai dengan kekuatan – kekuatan yang dimiliki konseli, dan paling sedikit melibatkan kekurangan / kelemahan konseli.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. SimpulanSIMPULAN DAN SARAN
1. Attending skill merupakan komunikasi nonverbal yang menunjukan bahwa konselor memberikan perhatian secara penuh terhadap lawan bicara yang sedang berbicara dalam proses konseling yang meliputi : ketelibatan postur tubuh, gerakan tubuh secara tepat, kontak mata, dan lingkungan yang nyaman.
2. Keterampilan Berempati ( Emphatizing skill ) merupakan keterampilan dimana konselor dapat merasakan secara secara mendalam apa yang dirasakan oleh konseli, Konselor dapat memahami perasaan konseli dengan melihat raut wajah dan bahasa isyarat tubuh, serta dengan mencermati bahasa verbalnya.
3. Keterampilan Bertanya (Questioning skill )merupakan keterampilan dimana konselor mengajukan pertanyaan yang dapat mengeksplorasi dan meningkatkan pemahaman berbagai hal yang terkait dengan topic pembicaraan.
4. Keterampilan Konfrontasi (Confrontation skill ) Konfrontasi merupakan usaha konselor untuk mengemukakan kemabali dua pesan atau lebih yang saling bertentangan yang disampaikan oleh konseli.
5. Keterampilan Merangkum (Summarizing skill ) mengungkapkan kembali pokok – pokok pikiran dan perasaan yang diungkapkan secara berserakan oleh konseli, dalam proses konseling konselor harus mencermati pokok – pokok pikiran dalam hati, lalu pada saat yang tepat mengungkapkan kembali kepada konseli dengan gaya bahasa konselor.
6. Keterampilan Genuin ( genuine skill ) Perilaku jujur terhadap pikiran dan perasaan yang sedang dialami yang diekspresikan melalui perkataan dan tingkah laku apa adanya merupakan sikap dan tingkah laku konselor yang menyiratkan kesejatian atau keaslian dalam proses konseling
7. Pemecahan Masalah (Problem solving skill) merupakan aspek tindakan nyata yang membawa suatu perubahan pada diri konseli dalam proseskonseling.
B. Saran
1. Universitas Negeri Yogyakarta agar terus meningkatkan potensi yang dimiliki khususnya lab. Falkultas Ilmu Pendidikan Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, sehingga mutu pendidikan sesuai dengan harapan dari orang tua, masyarakat dan pemerintah
2. Keterampilan – keterampilan konseling dan implementasinya dalam konseling harus di kenalkan pada lembaga – lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan bimbingan dan konseling.
3. Universitas Negeri Yogyakarta harus dapat memfasilitasi lembaga – lemabaga / perguruan tinggi lain baik negeri maupun swasta yang berkeinginan untuk study banding, atau mendapatkan teknik – teknik konseling yang diterapkan pada UNY.
4. Lulusan dari UNY khususnya Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, harus lebih berkualitas tinggi karena dalam proses pendidikan ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai dan Dosen – Dosen yang Profesional dan berkopeten dalam bidangnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sri Haksasi, Banun.2007. Instrumen Bimbingan dan Konseling Non Test. Semarang. Pelita Graha.
http://www.pdat.co.id/pertiti/?called=pt&kode=00822
http://www.uny.ac.id/view.php?i=3&s=0
http://fip.uny.ac.id/home/index.php?pilih=hal&id=6
Tri Leksono. 2009. Teknik Laboraturium Konseling. Semarang: Fakultas Ilme Pendidikan Jurusan Bimbingan dan Konseling IKIP Veteran semarang.
Suwarjo.2010. Keterampilan Konseling. Yogyakarta: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakulatas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
Fakultas Ilmu Pendidikan.2010. Pedoman Pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan Mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Konseling. Semarang. IKIP Veteran Semarang.
Sri Haksasi, Banun.2007. Instrumen Bimbingan dan Konseling Non Test. Semarang. Pelita Graha.
Langganan:
Postingan (Atom)